Minggu, 10 Desember 2017

DEMOKRASI (Pengertian, Landasan Hukum, Konsep Islam, Implementasi, Masalah dan Pencegahan)






MAKALAH

DEMOKRASI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu:
Hendra Pratama, M.Pd


Oleh:
Kelompok 3 


      


  1. Ananda Mita Ufatun Ni’mah                           (17205163287) 
2. Anita Dewi Juariah                                          (17205163014) 
3. Annisa Rahma M.                                            (17205163208)
4. Adelia Hana Nafisha                                       (17205163303)


JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
Maret 2017



 KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas perkenan-Nya tugas penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang berjudul “Demokrasi” ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada:
1.      Dr. Maftukhin, M.Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
2.      Hendra Pratama, M.Pd selaku dosen pengampu
3.      Teman-teman dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat dan mendapat ridha dari Allah SWT.

Tulungagung, 08 Maret 2017

Penulis





DAFTAR ISI
                                                                                                                                                                                                                        
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I :             PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................   1
B.       Rumusan Masalah ...............................................................   1
C.       Tujuan         ..........................................................................   1

BAB II :           PEMBAHASAN
A.      Pengertian dan Landasan Hukum........................................ 2
B.       Konsep Demokrasi Menurut Islam....................................... 5
C.       Implementasi Demokrasi di Indonesia................................. 6
D.      Masalah Demokrasi.............................................................. 14

BAB III :        PENUTUP
A.      SIMPULAN......................................................................... 17
B.       SARAN................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA................................... ....................................................... 18

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di Indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan. Namun, dari semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai era reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi.
Di antara kita mungkin ada beberapa yang kurang mengetahui apa dan bagaimana demokrasi tersebut. Maka dari itu, kami sebagai pemakalah tertarik untuk membuat makalah yang bertema demokrasi. Kami berharap dengan disusunnya makalah ini akan menambah pemahaman tentang demokrasi dan dapat mengimplementasi kan dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian dan landasan hukum demokrasi?
2.      Bagaimana konsep demokrasi menurut Islam?
3.      Bagaimana implementasi demokrasi di Indonesia?
4.      Bagaimana masalah demokrasi?


C.    Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan pengertian dan landasan hukum demokrasi.
2.      Untuk mendeskripsikan konsep demokrasi menurut Islam.
3.      Untuk mendeskripsikan implementasi demokrasi di Indonesia.
4.      Untuk mendeskripsikan masalah demokrasi.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Landasan Hukum
1.      Pengertian
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos berarti rakyat atau penduduk dan cratein atau cratos berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dari dua kata tersebut terbentuklah suatu istilah demoscratein atau demoscratos atau demokratia yang berarti negara dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat, atau pemerintahan negara rakyat yang berkuasa.
Dalam kehidupan bernegara istilah demokrasi mengandung pengertian bahwa rakyat yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenali kehidupannya, termasuk menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentkan kehidupan rakyatnya. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi, maka pemerintahannya diselenggarakan atas kehendak rakyatnya. Demokrasi berarti juga pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat atau atas persetujuan rakyat.
Hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelanggaraan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian: pertama, pemerintahan dari rakyat; kedua, pemerintahan oleh rakyat; ketiga, pemerintahan untuk rakyat. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis, bila ketiga hal di atas dapat dijalankan dan ditegakkan dalam tata pemerintahan.
Pertama, pemerintahan dari rakyat; mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui dan pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui di mata rakyat. Pemerintahan yang sah dan diakui berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan yang diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui berarti suatu pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengakuan dan dukungan rakyat.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat; artinya bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginannya sendiri. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintahan berada dalam pengawasan rakyatnya.
Ketiga, pemerintahan untu rakyat, mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah ittu dijalankan untuk kepentingan rakyat.[1]

2.      Landasan Hukum
Secara yuridis pelaksanaan demokrasi di Indonesia merupakan implementasi sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 terutama dalam rangka penerapan konsep “kedaulatan ada di tangan rakyat”. Oleh karena itu menjadi landasan pokok pelaksanaan demokrasi di Indonesia yakni antara lain sebagai berikut.
a.       Pembukaan UUD 1945
Alenia keempat menyatakan bahwa, kemudian daeipada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.      Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
“Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”
c.       Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan  berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”
d.      Pasal 28E UUD 1945  ayat 3
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”
Selain landasan di atas, pelaksanaan demokrasi di Indonesia juga didasarkan atas UU Pemilu, UU Pers, UU Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum, dan berbagai UndangUndang lain yang secara susbstansial mengandung muatan sebagai implementasi sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.[2]



B.       Konsep Demokrasi Menurut Islam
Masalah hubungan Islam dengan demokrasi oleh beberapa cendekiawan muslim, dibahas dalam dua pendekatan: normatif dan empiris. Pada dataran normatif, mereka mempersoalkan nilai-nilai demokrasi dari sudut pandangan ajaran Islam. Sementara pada dataran empiris, mereka menganalisis implementasi demokrasi dalam praktik politik dan ketatanegaraan.
      Menurut Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan gagasan politik utama dalam Alquran. Jika konsep syura itu ditransformasikan dalam kehidupan modern sekarang, maka sistem politik demokrasi adalah lebih dekat dengan cita-cita politik Qur’ani, sekalipun ia tidak selalu identik dengan praktik demokrasi Barat. 
      Moh. Iqbal berpendapat bahwa sekalipun demokrasi Barat bukannya tanpa cacat, ia menerima demokrasi sebagai sistem politik. Bahkan ia menganggap bahwa demokrasi sebagai aspek terpenting dari cita-cita politik Islam. Kritik Iqbal terhadap terhadap demokrasi bukanlah  dari aspek normatifnya, tetapi dalam praktik pelaksanaanya. Lebih lanjut Iqbal mengatakan demokrasi sering dipakai untuk menutupi begitu banyak ketidakadilan di samping dipakai sebagai alat imperalisme dan kapitalisme untuk mengisap rakyat jajahannya. Namun, dengan cacat seperti itu, tidak ada alasan bagi umat Islam untuk menolak demokrsi. Yang penting kelemahan-kelemahan yang ada selalu dicek dan bila mungkin dihilangkan. Kohesi antara Islam dengan demokrasi terletak pada prinsip persamaan (equality), yang di dalam Islam dimanifestasikan oleh tauhid sebagai gagasan kerja ( a working idea ) dalam kehidupan sosio-politik umat Islam. Hakikat tauhid sebagai suatu gagasan kerja ialah persamaan, solidaritas, dan kebebasan. [3]
      Agar tauhid sebagai gagasan kerja itu bisa “membumi”, Iqbal mengimbau umat Islam untuk secara sadar serta kreatif membangun kembali tatanan sosio-politik, untuk menciptakan apa yang disebutnya sebagai demokrasi spiritual (spiritual democracy) di muka bumi. Bagi Iqbal, kekurangan demokrasi Barat tampaknya pada aspek spiritualnya. Selebihnya, ia merasa tidak ada persoalan untuk menerima demokrasi sebagai sistem politik.
      Sementara itu, Fazlur Rahman yang menelaah hubungan konsep syura dengan demokrasi, melihat kedua institusi secara organik dengan perintah-perintah Alquran, di samping diambilkan dari warisan sejarah selama periode Nabi dan al Khulafa’ al-Rasyidun. Fazlur Rahman berpendapat bahwa institusi semacam syura telah ada pada masyarakat Arabia pra Islam. Waktu itu, para pemuka suku atau kota menjalankan urusan bersama melalui permusyawaratan. “Institusi inilah yang kemudian didemokrasikan oleh Alquran, yang menggunakan istilah nadi atau syura “. Lebih lanjut Rahman mengatakan, maka kalau ada perubahan dasar yang dilakukan Alquran adalah “mengubah syura dari sebuah institusi suku menjadi institusi komunitas, karena ia menggantikan hubungan darah dengan hubungan iman”. 
      Selanjutnya Rahman memperkuat teorinya dengan tinjauan histories konsep syura dalam sejarah Islam, yakni dengan menunjuk pertemuan di balai Sa’idah segera setelah Nabi Muhammad wafat. Rahman melihat kejadian itu sebagai pelaksanaan prinsip syura yang pertama. Kejadian itu kemudian diikuti dengan pidato pelantikan Abu Bakar sebagai Khalifah pertama. Dalam pidato pelantikannya itu, secara kategoris ia menyatakan bahwa dirinya telah menerima mandat dari rakyat yang memintanya melaksanakan Alquran dan Sunah, ia perlu didukung terus. Tetapi bilamana ia melakukan pelanggaran berat maka ia harus diturunkan. [4]
      Pidato Abu Bakar itu, menurut Rahman, “jelas menguatkan bahwa “negara Islam” mendapatkan sanksinya dari komunitas Islam, dan karena itu sepenuhnya demokratik. “ Adapun bentuk-bentuk demokrasi, lanjut Rahman,”dapat berbeda-beda menurut kondisi yang ada dalam suatu masyarakat. “ Untuk dapat memilih suatu bentuk demokrasi yang sesuai dengan keadaan suatu masyarakat Islam tertentu, peranan ijtihad  menjadi sangat menentukan. Yang paling pokok adalah pelaksanaan prinsip syura yang dipertahankan dan dihormati secara sadar. Sehingga, “umat Islam bebas menentukan tipe sistem politik demokrasi yang mereka inginkan. Kekakuan harus dihindari sejauh mungkin”.
      Berpijak pada dua pandangan pemikir terkemuka itu, Syafii merasa yakin dan tidak mempunyai hambatan apa pun dalam menerima sistem politik demokrasi. Syafii juga merasa tidak perlu mempersoalkan bentuk demokrasi macam apa dan darimana asalnya, apakah demokrasi Barat atau lainnya, tidak jadi soal. Yang penting prinsip syura benar-benar dijalankan.
      Adapun dasar-dasar musyawarah sebagaimana yang sudah digariskan oleh Alquran dapat dijumpai dalam surah Ali Imran ayat 159, yang berbunyi sebagai berikut.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekililingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Kemudian di dalam surah Asy Syuura ayat 38 Allah berfirman :
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. [5]
Kita ketahui bahwa ayat ini diturunkan setelah kaum muslimin terpukul mundur di dalam perang Uhud, setelah Rasul memakai pendapat mayoritas massa dan meninggalkan pendapatnya sendiri, dalam rangka menerapkan prinsip musyawarah. Kadang, segera terlintas dalam pikiran sabagian kaum muslimin, bahwa sekiranya mereka menaati pendapat mayoritas masa, sudah tentu akan berakibat fatal. Dengan kata lain, tidak perlu ada musyawarah, bahkan meniadakan musyawarah itu dianggap lebih baik.
Maka turunlah ayat ini memberitahukan kepada kita, bahwa musyawarah itu asas hukum dan kemaslahatan manusia. Meski kaum muslimin menderita kakalahan perang yang diakibatkan oleh musyawarah, tetapi hal itu lebih baik bagi mereka dibanding menderita kerugian kepribadian, dan daripada seseorang sesudah Rasul menghukumi kekuatan, darah, harta, dan kehormatan dengan pendapatnya sendiri.
      Dari peristiwa perang Uhud di atas, dapatlah diambil hikmahnya oleh umat Islam: pertama, Rasulullah Saw. Diperintahka agar bermusyawarah dengan para sahabatnya dengan maksud menarik hati dan menormalisasikan mereka; kedua, beliau diperintahkan melaksanakan musyawarah mengenai perang agar beliau mempunyai kepastian pendapat yang benar, lalu bertindak berdasar pendapat itu; ketiga, beliau diperintahkan supaya bermusyawarah dengan mereka, karena di dalam musyawarah itu terdapat manfaat dan maslahat; keempat, beliau diperintahkan agar melakukan musyawarah dengan mereka, agar beliau diteladani oleh generasi berikutnya.[6]
      Tentang siapa yang berhak untuk diajak musyawarah (anggota musyawarah) Islam tidak ada aturan yang pasti, oleh karenanya menjadi wewenang manusia untuk menentukannya. Dalam praktik, anggota musyawarah adalah orang-orang yang dipandang mempunyai kecakapan untuk memecahkan sesuatu masalah. Dalam istilah hukum tata negara Islam disebut dengan ahlul halli wal ‘aqli  (yang berkemampuan untuk mengurai dan menyimpul). Oleh karena itu Islam tidak memberikan kepastian tentang siapa yang berhak menjadi anggota musyawarah, hadis Nabi riwayat Bukhari yang mengajarkan, “ apabila diserahkan sesuatu urusan kepada yang bukan ahlinya, nantikanlah saat kehancuran.”
      Demikian juga tentang tata cara musyawarah, dengan bijaksana diserahkan pada pertimbangan kaum muslimin. Karenanya ia tidak menetapkan apakah rakyat harus diminta pendapatnya secara langsung atau wakil-wakil yang mereka percayai, apakah wakil-wakil tersebut harus dipilih melalui pemilihan umum atau melalui badan pemilih, apakah lembaga permusyawaratan tersebut harus terdiri dari satu dewan atau dua dewan, dan sebagainya.[7]
Inti dari demokrasi yang berlandaskan hukum adalah demokrasi harus berjalan sesuai dengan landasan hukum yang sudah berlaku.
C.      Implementasi Demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi menjadi empat periode yaitu: (1) periode 1945-1959; (2) periode 1959-1965; (3) periode 1965-1998; (4) periode 1998-sekarang. Penjelasan yang lebih lanjut antara lain sebagai berikut.
1.      Demokrasi parlementer
Parlementer adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada eksekutif. Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah RI mengeluarkan maklumat yang berisi perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer dengan sistem demokrasi liberal, kekuasaan ditujukan untuk kepentingan individu atau golongan. Dengan sistem kabinet parlementer, menteri-menteri bertanggung jawab kepada DPR. Keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 memberi peluang yang seluas-luasnya terhadap warga negara untuk berserikat dan berkumpul, sehingga dalam waktu singkat bermuncullah partai-partai politik..
Demokrasi parlementer, berlangsung ketika berlakunya konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950, dinyatakan sebagai demokrasi parlementer karena pemegang kekuasaan terhadap jalannya pemerintahan secara luas berada di tangan parlemen, dimana parlemen dapat membubarkan kabinet pemerintahan yang berkuasa. Dalam priode demokrasi parlementer dikenal pula sebagi demokrasi liberal.[8]

Ciri-ciri Demokrasi Parlementer
a.    Sistem multi partai
b.    Pengambilan keputusan berdasarkan suara mayoritas (voting)
c.    Seringnya jatuh bangun kabinet karena mosi tidak percaya dari parlemen
d.   Maraknya demonstrasi untuk mendukung atau menjatuhkan pemerintahan.

Kelebihan demokrasi parlementer, antara lain.
a.       Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat dan mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.
b.      Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
c.       Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Kekurangan demokrasi parlementer, antara lain.
a.       Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlementer.
b.      Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan karena sewaktu-waktu dapat dibubarkan oleh kabinet.
c.       Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya
Pada masa ini, bangsa Indonesia berhasil menyelanggarakan pemilu pertama pada tahun 1955. Pemilu tersebut diikuti oleh banyak partai dan berlangsung dalam dua tahapan yaitu tahap pertama untuk memilih anggota parlemen, dan tahap kedua untuk memilih anggota konstitusituante yaitu badan yang bertugas merumuskan UUD karena UUDS 1950 masih bersifat sementara.
Namun dalam perkembangannya, kabinet mengalami pasang surut sehingga terjadilah instabilitas politik yang mencakup berbagai aspek kehidupan meliputi politik, ekonomi, maupun pertahanan keamanan. Adapun kegagalan tersebut akhirnya Presiden Soekarno mengambil langkah penting guna menyikapi situasi dan kondisi saat itu dengan mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang isinya sebagai berikut.[9]
1)      Pembubaran konstituante
2)      Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3)      Dibentuk lembaga MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden tersebut, maka berakhir pula masa berlakunya demokrasi parlementer atau liberal dan selanjutnya berganti ke masa demokrasi terpimpin.
2.      Demokrasi Terpimpin
Masa demokrasi terpimpin mulai diterapkan sejak Dekret Presiden 5 Juli 1959 sampai tahun 1966. Kegagalan pada masa demokrasi liberal yang menyebabkan kekacauan politiklah yang memunculkan ide berlakukannya demokrasi terpimpin.
Pada masa berlakunya demokrasi terpimpin, Indonesia kembali memberlakukan UUD 1945 sebagai konstitusi. Pada masa ini bentuk negara kita adalah kesatuan dan bentuk pemerintahan adalah republik.
Adapun ciri-ciri demokrasi terpimpin antara lain sebagai berikut.
a.       Dominasi presiden, Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan.
b.      Terbatasnya peran partai politik
c.       Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI)
d.      Meluasnya peran militer sebagai unsur sosial politik

Kelebihan demokrasi terpimpin, antara lain.
a.       Mampu membangun integritas nasional.
b.      Kembalinya Irian Barat.
c.       Pelopor Non Blok dan pemimpin Asia Afrika

Kelemahan demokrasi terpimpin, antara lain.
a.       Penataan kehidupan konstitusi tidak berjalan.
b.      Pertentangan ideologi sangat tajam.
c.       Kehidupan politik tidak demokratis.
d.      Kekuasaan penuh ditangan Presiden.
Namun, alam pelaksanaannya ternyata demokrasi terpimpin pun banyak mengalami penyimpangan antara lain sebagai berikut.
a.       Penyelenggaraan prinsip “kebebasan kekuasaan kehakiman”
b.      Pengekangan hak-hak asasi warga negara di bidang politik (berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat)
c.       Pelampauan batas wewenang
d.      Pembentukan lembaga negara ekstrakontitusional
Berbagai penyimpangan tersebut dimanfaatkan oleh PKI yang ingin melakukan pemberontakan. Mereka hendak mengubah dasar negara Pancasila dengan ideologi komunis G-30-S/PKI, akibatnya terjadi instabilitas politik. Kondisi tersebut memicu lahirnya tuntutan dari rakyat untuk membubarkan PKI. Tuntutan itu disebut dengan istilah trituntutan rakyat atau tritura yang isinya sebagai berikut.
a.       Bubarkan PKI
b.      Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
c.       Turunkan harga sembako
Untuk menstabilkan situasi politik pada waktu itu, maka Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Jendral Soeharto pada tanggal 11 Maret 1966, sehingga dikenal dengan sebutan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Kemudian, kekuasaan politik dipegang oleh Soeharto sampai beliau diangkat menjadi presiden.[10]
3.      Demokrasi Masa Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret 1966, yang diikuti dengan pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia yang kedua. Rakyat menaruh harapan besar pada pemerintahan ini.
Masa Orde Baru berhasil melaksanakan pembangunan, dimulai dengan pelita (pembangunan lima tahun) yang ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Meskipun Indonesia mengalami perkembangan ekonomi dan stabilitas politik yang cukup stabil pada masa Orde Baru, akan tetapi dari aspek politik Indonesia mengalami kemunduran. Hal tersebut terlihat dar tersumbatnya aspirasi rakyat dalam jalannya pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan berpusat pada presiden dan ruang-ruang publik atau aspirasi rakyat cenderung terbungkam. Pemerintahan pun cenderung berjalan secara otoriter.

Kelebihan demokrasi orde baru, antara lain.
a.       Perkembangan GDP (Gross Domestic Product) per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya A$$ 70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS $1.565
b.      Sukses transmigrasi
c.       Sukses KB
d.      Sukses memerangi buta huruf
e.       Sukses swasembada pangan
f.       Pengangguran minimum
g.      Sukses REPELITA ( Rencana Pembangunan Lima Tahun)
h.      Sukses keamanan dalam negeri

Kelemahan demokrasi orde baru, antara lain.
a.       Maraknya korupsi, kolusi, nepotisme.
b.      Pembangunan Indonesia tidak merata
c.       Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi
d.      Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.
e.       Kebebasan pers sangat terbatas
f.       Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan.
g.      Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaan negara di pegang oleh swasta.

Terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Baru di antaranya sebagai berikut.
a.       Pembatasan hak-hak rakyat
b.      Pemusatan kekuasaan di tangan presiden
c.       Pembentukan lembaga ekstrakonstitusional
d.      Korupsi, kolusi, dan nepotisme
Berbagai penyimpangan serta krisis yang datang silih berganti menyebabkan penderitaan rakyat. Kepercayaan terhadap pemerintah berangsur-angsur mulai berkurang, bahkan hal ini memicu rakyat untuk menuntut segera dibentuknya pemerintahan baru dengan harapan mampu mengubah kondisi rakyat.
Situasi politik yang kacau menimbulkan tekad dalam diri masyarakat untuk segera dilakukan perubahan. Masyarakat mulai berinisiatif untuk melakukan berbagai aksi demonstrasi guna menyuarakan aspirasi, bahkan tuntutan dan kritikan kepada pemerintah. Aksi ini lebih banyak dilakukan oleh mahasiswa. Isi tuntunan itu sebagian besar menginginkan mundurnya pemerintah saat itu, dan diganti dengan pemerintahan baru yang lebih adil, jujur, dan transparan.
Lama-kelamaan aksi demonstrasi pun meluas pada masyarakat umum. Tuntutan mereka pun kurang lebih sama dengan para mahasiswa yaitu menuntun dibentuknya pemerintahan baru dan para pejabat yang diduga melakukan penyimpangan harus segera diusut secara tuntas. Setelah berbagai aksi demonstrasi tidak kunjung usai bahkan seolah-olah semakin menjamur, akhirya pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya B.J. Habibie.[11]
4.      Demokrasi Pancasila
Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia, sejak 1999 sampai sekarang. Demokrasi didengung-dengngkan adalah demokrasi Pancasila era Reformasi. Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi yang akan dibangun.[12]
Masa reformasi bisa dikatakan cukup demokratis. Hal ini terlihat dengan pembuatan undang-undang tentang HAM yaitu UU No. 39 Tahun 1999, serta undang-undang tentang Pengadilan HAM yaitu UU No. 26 Tahun 2000.
Pada masa pemerintahan ini telah dilakukan upaya-upaya untuk mewujudkan negara demokratis, salah satunya dengan melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen adalah perubahan yang dilakuakan untuk menyesuaikan dengan perubahan zaman dan perkembangan masyarakat. Amandemen juga penting untuk mengembalikan arah perjalanan NKRI menuju cita-cita dan tujuan.
Diselenggarakannya pemilu secara langsung untuk memilih presiden dan wakil presiden mengindikasikan bahwa demokrasi mulai berkembang. Media pers mulai memperlihatkan kebebasan untuk menjalankan fungsi secara maksimal. Hal ini terlihat dengan mudahnya masyarakat mengakses informasi apa pun melalui berbagai media massa yang ada. Selain itu, untuk mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat, pemerintah mulai menggalakkan kegiatan seperti razia narkoba, minuman keras, maupun tempat-tempat hiburan. Upaya-upaya pemerintah tersebut menunjukkan keseriusan untuk mewujudkan negara yang demokratis, adil, dan transparan.
Seperti halnya pemerintahan sebelumnya, pada masa pemerintahan ini masih terdapat pro dan kontra serta kelemahan. Hal ini bisa dimaklumi karena adanya pluralitas dalam sebuah negara menimbulkan dua kemungkinan, yaitu pihak yang setuju dengan pemerintah dan pihak yang menentang pemerintah. Namun, sebagai warga negara yang baik dan menginginkan kehidupan yang tertib dan sejahtera, kita harus percaya dengan kinerja pemerintah dan memberikan dukungan sepenuhnya dengan tetap mengawasi dan mengontrol agar tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan.[13]
Kelebihan demokrasi pancasila, antara lain.
a.       Selalu menghargai dan melindungi HAM.
b.      Selalu menjunjung tinggi hukum.
c.       Menghendaki proses politik secara musyawarah.
d.      Bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai tujuan bersama.
e.       Mengungkapkan seperangkat norma.

D.      Masalah Demokrasi
1.      Masalah Demokrasi di Indonesia
Berbicara soal demokrasi di tanah air, kaitannya tidak jauh dari masalah politik. Padahal demokrasi sendiri memiliki arti suatu bentuk pemerintahan dimana semua warga Negara memiliki hak dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka dan juga Negara. Demokrasi juga dapat diartikan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” artinya masyarakat memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan pemerintahan. Tetapi dalam demokrasi yang berlangsung di Indonesia belum  sepenuhnya sesuai dengan prinsip demokrasi tersebut, yang seharusnya bias menuntun Negara menjadi lebih baik tetapi kenyataannya tujuan dan cita-cita Negara belum dapat terwujud. Contoh dari permasalahan demokrasi di Indonesia yang belum sesuai yaitu Pemilu.  Pemilu yang seharusnya berjalan dengan LUBER atau langsung, umum, bebas, rahasia, namun kenyataannya sebaliknya. Dan di dalam pemilu terdapat juga masalah-masalah penyelewengan yang sering dilakukan, contohnya antara lain sebagai berikut.[14]

a.       Politik Uang
Calon menyuap masyarakat dengan memberikan uang dengan harapan akan memilihnya. Masayrakat dengan tingkat kesadaran yang rendah atau yang haus akan uang maka bisa saja menerimanya.
b.      Bersikap Rasis
Beberapa orang terkadang tidak sadar bahwa Negara Indonesia ini merupakan Negara majemuk, dimana golongan mayoritas kebanyakan belum bias menghargai golongan minoritas dan bersikap seolah mereka yang paling baik atau paling pantas untuk memimpin.
c.       Intimidasi
Hal ini juga sering  kali terjadi dan ditemukan dalam proses demokrasi di mana suatu pihak memaksakan kehendak orang lain untuk memilih pemimpin sesuai dengan pilihan mereka.
d.      Kampanye negatif
Kebanyakan orang di Indonesia lebih memilih untuk menjelekkan orang lain untuk menunjukkan bahwa dirinya yang lebih baik.

2.      Upaya Untuk Mencegah Masalah Demokrasi
Solusi bagi mahasiswa, dan juga generasi penerus bangsa sebagai upaya untuk menghilangkan masalah-masalah demokrasi tersebut.
a.       Tanggap dan kritis akan suatu permasalahan
Dengan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orang disekitar terutama berkaitan dengan demokrasi, kita sebagai mahasiswa harus tanggap dan kritis serta melakukan suatu cara untuk mengatasinya.

b.      Membuat aksi kreatif dan inspiratif
Aksi kreatif dan inspiratif tidak harus demo, bagi mereka yang mempelajarai suatu bidang keilmuan atau yang tertarik dengan seni dan musik mereka dapat menyalurkan dukungan demokrasi bersih.

c.       Mengajarkan pendidikan politik yang baik dan sebenarnya kepada masyarakat dan anak-anak sekolah
Bagi para mahasiswa yang suka mengajar dan suka terjun langsung ke daerah-daerah untuk memberi pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang baik kepada masyarakt atau anak-anak.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Demokrasi dapat dikatakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Salah satu landasan hukum demokrasi yakni Pembukaan UUD 1945 alenia IV.
2.      Konsep demokrasi menurut Islam yakni dengan bermusyawarah. Musyawarah merupakan asas hukum dan kemaslahatan manusia.
3.      Implementasi atau pelaksanaan demokrasi di Indonesia dibagi menjadi empat periode, yaitu: (1) periode 1945-1959; (2) periode 1959-1965; (3) periode 1965-1998; (4) periode 1998-sekarang.
4.      Demokrasi di Indonesia memiliki beberapa persoalan dan salah satunya adalah mengenai pemilu.


B.     Saran
Sebagai warga negara diharapkan berpartisipasi dan ikut mengontrol jalannya pemerintahan agar dapat mewujudkan negara demokrasi dan menuju Indonesia yang lebih baik.






DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Damayanti, Cahya,dkk. 2013. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.         Klaten: Viva Pakarrindo.

Ervirahmadani. 2015. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia. http://ervirahmadani22a.blogspot.co.id/2015/02/pelaksanaan-demokrasi-di-indonesia.html diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
Huda, Ni’matul. 2014. Ilmu Negara. Jakarta: Raja Grafindo.
Munawaroh, Dwi. 2016. Demokrasi Landasan Hukum dan Solusi. http://dwimunawar.blogspot.co.id/2016/03/demokrasi-landasan-hukum-dan -solusi.html diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
Rumala,Dewinda, Julianensi. 2016. Masalah Demokrasi di Indonesia dan Solusinya http://djrumala.blogspot.com/2016/03/masalah-demokrasi-di-Indonesia-dan.html?m=1 diakses pada Rabu, 08 Maret 2017






[1]Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hal. 177-182
[2] Dwi, Munawaroh, Demokrasi Landasan Hukum dan Solusi, http://dwimunawar.blogspot.co.id/2016/03/demokrasi-landasan-hukum-dan -solusi.html diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
[3] Ni’matul, Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), hal. 219-221
[4] Ibid., hal.221-222
[5] Ibid., hal.222-223
[6] Ibid., hal.223-224
[7] Ibid., hal.224-225
[8] Ervirahmadani, Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia,  http://ervirahmadani22a.blogspot.co.id/2015/02/pelaksanaan-demokrasi-di-indonesia.html diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
[9] Cahya, Damayanti,dkk., Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Klaten: Viva Pakarrindo, 2013), hal.39
[10] Ibid., hal.39-40
[11] Ibid., hal. 41-42
[12] Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan.., hal. 193-194
[13] Cahya, Damayanti,dkk., Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.., hal.43
[14] Dewinda, Julianensi Rumala, Masalah Demokrasi di Indonesia dan Solusinya http://djrumala.blogspot.com/2016/03/masalah-demokrasi-di-Indonesia-dan.html?m=1 diakses pada Rabu, 08 Maret 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar