MAKALAH
DEMOKRASI
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu:
Hendra Pratama,
M.Pd
Oleh:
Kelompok 3
2. Anita Dewi Juariah (17205163014)
3. Annisa Rahma M. (17205163208)
4. Adelia
Hana Nafisha (17205163303)
JURUSAN
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
Maret
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami
panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas perkenan-Nya tugas penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang berjudul “Demokrasi” ini ditulis untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Pada kesempatan ini kami ucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr.
Maftukhin, M.Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
2. Hendra
Pratama, M.Pd selaku dosen pengampu
3. Teman-teman
dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari
berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat dan mendapat
ridha dari Allah SWT.
Tulungagung,
08 Maret 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... iii
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ............................................................... 1
C. Tujuan .......................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan Landasan Hukum........................................
2
B. Konsep
Demokrasi Menurut Islam.......................................
5
C. Implementasi
Demokrasi di Indonesia.................................
6
D. Masalah
Demokrasi.............................................................. 14
BAB III :
PENUTUP
A. SIMPULAN......................................................................... 17
B. SARAN................................................................................ 17
DAFTAR
PUSTAKA................................... ....................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di Indonesia
telah banyak menganut sistem pemerintahan. Namun, dari semua sistem
pemerintahan, yang bertahan mulai era reformasi 1998 sampai saat ini adalah
sistem pemerintahan demokrasi.
Di antara kita
mungkin ada beberapa yang kurang mengetahui apa dan bagaimana demokrasi
tersebut. Maka dari itu, kami sebagai pemakalah tertarik untuk membuat makalah
yang bertema demokrasi. Kami berharap dengan disusunnya makalah ini akan
menambah pemahaman tentang demokrasi dan dapat mengimplementasi kan dalam
kehidupan sehari-hari.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian dan landasan hukum demokrasi?
2. Bagaimana
konsep demokrasi menurut Islam?
3. Bagaimana
implementasi demokrasi di Indonesia?
4. Bagaimana
masalah demokrasi?
C.
Tujuan
1. Untuk
mendeskripsikan pengertian dan landasan hukum demokrasi.
2. Untuk
mendeskripsikan konsep demokrasi menurut Islam.
3. Untuk
mendeskripsikan implementasi demokrasi di Indonesia.
4. Untuk
mendeskripsikan masalah demokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Landasan Hukum
1.
Pengertian
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos berarti rakyat atau penduduk dan cratein atau cratos berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dari dua kata tersebut
terbentuklah suatu istilah demoscratein
atau demoscratos atau demokratia yang berarti negara dalam
sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi
berada dalam keputusan bersama rakyat, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh
rakyat, atau pemerintahan negara rakyat yang berkuasa.
Dalam kehidupan bernegara istilah demokrasi mengandung
pengertian bahwa rakyat yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah
mengenali kehidupannya, termasuk menilai kebijakan negara, karena kebijakan
tersebut akan menentkan kehidupan rakyatnya. Dengan demikian negara yang
menganut sistem demokrasi, maka pemerintahannya diselenggarakan atas kehendak
rakyatnya. Demokrasi berarti juga pengorganisasian negara yang dilakukan oleh
rakyat atau atas persetujuan rakyat.
Hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat
dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan
di tangan rakyat baik dalam penyelanggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian: pertama,
pemerintahan dari rakyat; kedua, pemerintahan oleh rakyat; ketiga, pemerintahan
untuk rakyat. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis, bila ketiga hal di atas
dapat dijalankan dan ditegakkan dalam tata pemerintahan.
Pertama, pemerintahan dari rakyat; mengandung
pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui dan
pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui di mata rakyat. Pemerintahan yang
sah dan diakui berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan
yang diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintahan yang tidak sah dan tidak
diakui berarti suatu pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak
mendapat pengakuan dan dukungan rakyat.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat; artinya bahwa suatu
pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri
dan keinginannya sendiri. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa dalam
menjalankan kekuasaannya, pemerintahan berada dalam pengawasan rakyatnya.
Ketiga, pemerintahan untu rakyat, mengandung
pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah ittu
dijalankan untuk kepentingan rakyat.[1]
2.
Landasan
Hukum
Secara yuridis
pelaksanaan demokrasi di Indonesia merupakan implementasi sistem pemerintahan
berdasarkan UUD 1945 terutama dalam rangka penerapan konsep “kedaulatan ada di
tangan rakyat”. Oleh karena itu menjadi landasan pokok pelaksanaan demokrasi di
Indonesia yakni antara lain sebagai berikut.
a. Pembukaan
UUD 1945
Alenia keempat menyatakan bahwa, kemudian daeipada itu
untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Pasal
1 ayat (2) UUD 1945
“Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”
c. Pasal
28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan Undang-Undang”
d. Pasal
28E UUD 1945 ayat 3
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat.”
Selain
landasan di atas, pelaksanaan demokrasi di Indonesia juga didasarkan atas UU
Pemilu, UU Pers, UU Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum, dan berbagai
UndangUndang lain yang secara susbstansial mengandung muatan sebagai
implementasi sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.[2]
B.
Konsep
Demokrasi Menurut Islam
Masalah
hubungan Islam dengan demokrasi oleh beberapa cendekiawan muslim, dibahas dalam
dua pendekatan: normatif dan empiris. Pada dataran normatif, mereka
mempersoalkan nilai-nilai demokrasi dari sudut pandangan ajaran Islam.
Sementara pada dataran empiris, mereka menganalisis implementasi demokrasi
dalam praktik politik dan ketatanegaraan.
Menurut
Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan
gagasan politik utama dalam Alquran. Jika konsep syura itu ditransformasikan dalam kehidupan modern sekarang, maka
sistem politik demokrasi adalah lebih dekat dengan cita-cita politik Qur’ani,
sekalipun ia tidak selalu identik dengan praktik demokrasi Barat.
Moh.
Iqbal berpendapat bahwa sekalipun demokrasi Barat bukannya tanpa cacat, ia
menerima demokrasi sebagai sistem politik. Bahkan ia menganggap bahwa demokrasi
sebagai aspek terpenting dari cita-cita politik Islam. Kritik Iqbal terhadap
terhadap demokrasi bukanlah dari aspek
normatifnya, tetapi dalam praktik pelaksanaanya. Lebih lanjut Iqbal mengatakan
demokrasi sering dipakai untuk menutupi begitu banyak ketidakadilan di samping
dipakai sebagai alat imperalisme dan kapitalisme untuk mengisap rakyat
jajahannya. Namun, dengan cacat seperti itu, tidak ada alasan bagi umat Islam
untuk menolak demokrsi. Yang penting kelemahan-kelemahan yang ada selalu dicek
dan bila mungkin dihilangkan. Kohesi antara Islam dengan demokrasi terletak
pada prinsip persamaan (equality),
yang di dalam Islam dimanifestasikan oleh tauhid sebagai gagasan kerja ( a working idea ) dalam kehidupan
sosio-politik umat Islam. Hakikat tauhid sebagai suatu gagasan kerja ialah
persamaan, solidaritas, dan kebebasan. [3]
Agar
tauhid sebagai gagasan kerja itu bisa “membumi”, Iqbal mengimbau umat Islam
untuk secara sadar serta kreatif membangun kembali tatanan sosio-politik, untuk
menciptakan apa yang disebutnya sebagai demokrasi spiritual (spiritual democracy) di muka bumi. Bagi
Iqbal, kekurangan demokrasi Barat tampaknya pada aspek spiritualnya.
Selebihnya, ia merasa tidak ada persoalan untuk menerima demokrasi sebagai
sistem politik.
Sementara
itu, Fazlur Rahman yang menelaah hubungan konsep syura dengan demokrasi, melihat kedua institusi secara organik
dengan perintah-perintah Alquran, di samping diambilkan dari warisan sejarah
selama periode Nabi dan al Khulafa’ al-Rasyidun. Fazlur Rahman berpendapat
bahwa institusi semacam syura telah
ada pada masyarakat Arabia pra Islam. Waktu itu, para pemuka suku atau kota
menjalankan urusan bersama melalui permusyawaratan. “Institusi inilah yang
kemudian didemokrasikan oleh Alquran, yang menggunakan istilah nadi atau syura “. Lebih lanjut Rahman mengatakan, maka kalau ada perubahan
dasar yang dilakukan Alquran adalah “mengubah syura dari sebuah institusi suku menjadi institusi komunitas,
karena ia menggantikan hubungan darah dengan hubungan iman”.
Selanjutnya
Rahman memperkuat teorinya dengan tinjauan histories konsep syura dalam sejarah Islam, yakni dengan menunjuk pertemuan di
balai Sa’idah segera setelah Nabi Muhammad wafat. Rahman melihat kejadian itu
sebagai pelaksanaan prinsip syura
yang pertama. Kejadian itu kemudian diikuti dengan pidato pelantikan Abu Bakar
sebagai Khalifah pertama. Dalam pidato pelantikannya itu, secara kategoris ia
menyatakan bahwa dirinya telah menerima mandat dari rakyat yang memintanya
melaksanakan Alquran dan Sunah, ia perlu didukung terus. Tetapi bilamana ia
melakukan pelanggaran berat maka ia harus diturunkan. [4]
Pidato
Abu Bakar itu, menurut Rahman, “jelas menguatkan bahwa “negara Islam”
mendapatkan sanksinya dari komunitas Islam, dan karena itu sepenuhnya
demokratik. “ Adapun bentuk-bentuk demokrasi, lanjut Rahman,”dapat berbeda-beda
menurut kondisi yang ada dalam suatu masyarakat. “ Untuk dapat memilih suatu
bentuk demokrasi yang sesuai dengan keadaan suatu masyarakat Islam tertentu,
peranan ijtihad menjadi sangat menentukan. Yang paling pokok
adalah pelaksanaan prinsip syura yang
dipertahankan dan dihormati secara sadar. Sehingga, “umat Islam bebas
menentukan tipe sistem politik demokrasi yang mereka inginkan. Kekakuan harus
dihindari sejauh mungkin”.
Berpijak
pada dua pandangan pemikir terkemuka itu, Syafii merasa yakin dan tidak
mempunyai hambatan apa pun dalam menerima sistem politik demokrasi. Syafii juga
merasa tidak perlu mempersoalkan bentuk demokrasi macam apa dan darimana
asalnya, apakah demokrasi Barat atau lainnya, tidak jadi soal. Yang penting
prinsip syura benar-benar dijalankan.
Adapun
dasar-dasar musyawarah sebagaimana yang sudah digariskan oleh Alquran dapat
dijumpai dalam surah Ali Imran ayat 159, yang berbunyi sebagai berikut.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekililingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Kemudian di dalam surah Asy
Syuura ayat 38 Allah berfirman :
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada
mereka”. [5]
Kita ketahui
bahwa ayat ini diturunkan setelah kaum muslimin terpukul mundur di dalam perang
Uhud, setelah Rasul memakai pendapat mayoritas massa dan meninggalkan
pendapatnya sendiri, dalam rangka menerapkan prinsip musyawarah. Kadang, segera
terlintas dalam pikiran sabagian kaum muslimin, bahwa sekiranya mereka menaati
pendapat mayoritas masa, sudah tentu akan berakibat fatal. Dengan kata lain,
tidak perlu ada musyawarah, bahkan meniadakan musyawarah itu dianggap lebih
baik.
Maka turunlah
ayat ini memberitahukan kepada kita, bahwa musyawarah itu asas hukum dan
kemaslahatan manusia. Meski kaum muslimin menderita kakalahan perang yang
diakibatkan oleh musyawarah, tetapi hal itu lebih baik bagi mereka dibanding
menderita kerugian kepribadian, dan daripada seseorang sesudah Rasul menghukumi
kekuatan, darah, harta, dan kehormatan dengan pendapatnya sendiri.
Dari
peristiwa perang Uhud di atas, dapatlah diambil hikmahnya oleh umat Islam: pertama, Rasulullah Saw. Diperintahka
agar bermusyawarah dengan para sahabatnya dengan maksud menarik hati dan
menormalisasikan mereka; kedua, beliau
diperintahkan melaksanakan musyawarah mengenai perang agar beliau mempunyai kepastian pendapat yang benar, lalu bertindak
berdasar pendapat itu; ketiga, beliau
diperintahkan supaya bermusyawarah dengan mereka, karena di dalam musyawarah
itu terdapat manfaat dan maslahat; keempat,
beliau diperintahkan agar melakukan musyawarah dengan mereka, agar beliau diteladani
oleh generasi berikutnya.[6]
Tentang
siapa yang berhak untuk diajak musyawarah (anggota musyawarah) Islam tidak ada
aturan yang pasti, oleh karenanya menjadi wewenang manusia untuk menentukannya.
Dalam praktik, anggota musyawarah adalah orang-orang yang dipandang mempunyai
kecakapan untuk memecahkan sesuatu masalah. Dalam istilah hukum tata negara
Islam disebut dengan ahlul halli wal
‘aqli (yang berkemampuan untuk
mengurai dan menyimpul). Oleh karena itu Islam tidak memberikan kepastian
tentang siapa yang berhak menjadi anggota musyawarah, hadis Nabi riwayat
Bukhari yang mengajarkan, “ apabila
diserahkan sesuatu urusan kepada yang bukan ahlinya, nantikanlah saat
kehancuran.”
Demikian
juga tentang tata cara musyawarah, dengan bijaksana diserahkan pada
pertimbangan kaum muslimin. Karenanya ia tidak menetapkan apakah rakyat harus
diminta pendapatnya secara langsung atau wakil-wakil yang mereka percayai,
apakah wakil-wakil tersebut harus dipilih melalui pemilihan umum atau melalui
badan pemilih, apakah lembaga permusyawaratan tersebut harus terdiri dari satu
dewan atau dua dewan, dan sebagainya.[7]
Inti dari demokrasi yang
berlandaskan hukum adalah demokrasi harus berjalan sesuai dengan landasan hukum
yang sudah berlaku.
C.
Implementasi
Demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari segi waktu
dapat dibagi menjadi empat periode yaitu: (1) periode 1945-1959; (2) periode
1959-1965; (3) periode 1965-1998; (4) periode 1998-sekarang. Penjelasan yang
lebih lanjut antara lain sebagai berikut.
1.
Demokrasi
parlementer
Parlementer adalah suatu demokrasi yang menempatkan
kedudukan badan legislatif lebih
tinggi daripada eksekutif. Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah RI
mengeluarkan maklumat yang berisi perubahan sistem pemerintahan presidensial
menjadi sistem parlementer dengan sistem demokrasi liberal, kekuasaan ditujukan
untuk kepentingan individu atau golongan. Dengan sistem kabinet parlementer,
menteri-menteri bertanggung jawab kepada DPR. Keluarnya Maklumat Pemerintah 3
November 1945 memberi peluang yang seluas-luasnya terhadap warga negara untuk
berserikat dan berkumpul, sehingga dalam waktu singkat bermuncullah partai-partai
politik..
Demokrasi parlementer, berlangsung ketika
berlakunya konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950, dinyatakan sebagai demokrasi parlementer karena
pemegang kekuasaan terhadap jalannya pemerintahan secara luas berada di tangan
parlemen, dimana parlemen dapat membubarkan kabinet pemerintahan yang berkuasa. Dalam priode
demokrasi parlementer dikenal pula sebagi demokrasi liberal.[8]
Ciri-ciri
Demokrasi Parlementer
a.
Sistem multi
partai
b.
Pengambilan
keputusan berdasarkan suara mayoritas (voting)
c.
Seringnya
jatuh bangun kabinet karena mosi tidak percaya dari parlemen
d.
Maraknya demonstrasi untuk mendukung atau menjatuhkan
pemerintahan.
Kelebihan demokrasi parlementer, antara lain.
a.
Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat dan
mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.
b.
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan publik jelas.
c.
Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap
kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan demokrasi parlementer, antara lain.
a.
Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat
tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet
dapat dijatuhkan oleh parlementer.
b.
Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet
tidak bisa ditentukan karena sewaktu-waktu dapat dibubarkan oleh kabinet.
c.
Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi
jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan
eksekutif lainnya
Pada
masa ini, bangsa Indonesia berhasil menyelanggarakan pemilu pertama pada tahun
1955. Pemilu tersebut diikuti oleh banyak partai dan berlangsung dalam dua
tahapan yaitu tahap pertama untuk memilih anggota parlemen, dan tahap kedua
untuk memilih anggota konstitusituante yaitu badan yang bertugas merumuskan UUD
karena UUDS 1950 masih bersifat sementara.
Namun
dalam perkembangannya, kabinet mengalami pasang surut sehingga terjadilah
instabilitas politik yang mencakup berbagai aspek kehidupan meliputi politik,
ekonomi, maupun pertahanan keamanan. Adapun kegagalan tersebut akhirnya
Presiden Soekarno mengambil langkah penting guna menyikapi situasi dan kondisi
saat itu dengan mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang isinya sebagai
berikut.[9]
1)
Pembubaran konstituante
2)
Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS
1950
3)
Dibentuk lembaga MPRS dan DPAS
Dengan
dikeluarkannya Dekret Presiden tersebut, maka berakhir pula masa berlakunya
demokrasi parlementer atau liberal dan selanjutnya berganti ke masa demokrasi
terpimpin.
2. Demokrasi Terpimpin
Masa
demokrasi terpimpin mulai diterapkan sejak Dekret Presiden 5 Juli 1959 sampai
tahun 1966. Kegagalan pada masa demokrasi liberal yang menyebabkan kekacauan
politiklah yang memunculkan ide berlakukannya demokrasi terpimpin.
Pada
masa berlakunya demokrasi terpimpin, Indonesia kembali memberlakukan UUD 1945
sebagai konstitusi. Pada masa ini bentuk negara kita adalah kesatuan dan bentuk
pemerintahan adalah republik.
Adapun
ciri-ciri demokrasi terpimpin antara lain sebagai berikut.
a.
Dominasi presiden, Presiden Soekarno berperan besar
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
b.
Terbatasnya peran partai politik
c.
Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI)
d.
Meluasnya peran militer sebagai unsur sosial politik
Kelebihan demokrasi terpimpin, antara lain.
a.
Mampu membangun integritas nasional.
b.
Kembalinya Irian Barat.
c.
Pelopor Non Blok dan pemimpin Asia Afrika
Kelemahan demokrasi terpimpin, antara lain.
a.
Penataan kehidupan konstitusi tidak berjalan.
b.
Pertentangan ideologi sangat tajam.
c.
Kehidupan politik tidak demokratis.
d.
Kekuasaan penuh ditangan Presiden.
Namun,
alam pelaksanaannya ternyata demokrasi terpimpin pun banyak mengalami
penyimpangan antara lain sebagai berikut.
a.
Penyelenggaraan prinsip “kebebasan kekuasaan
kehakiman”
b.
Pengekangan hak-hak asasi warga negara di bidang
politik (berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat)
c.
Pelampauan batas wewenang
d.
Pembentukan lembaga negara ekstrakontitusional
Berbagai
penyimpangan tersebut dimanfaatkan oleh PKI yang ingin melakukan pemberontakan.
Mereka hendak mengubah dasar negara Pancasila dengan ideologi komunis
G-30-S/PKI, akibatnya terjadi instabilitas politik. Kondisi tersebut memicu
lahirnya tuntutan dari rakyat untuk membubarkan PKI. Tuntutan itu disebut
dengan istilah trituntutan rakyat atau tritura yang isinya sebagai berikut.
a.
Bubarkan PKI
b.
Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
c.
Turunkan harga sembako
Untuk
menstabilkan situasi politik pada waktu itu, maka Presiden Soekarno
mengeluarkan surat perintah kepada Jendral Soeharto pada tanggal 11 Maret 1966,
sehingga dikenal dengan sebutan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Kemudian, kekuasaan politik dipegang oleh Soeharto sampai beliau diangkat menjadi
presiden.[10]
3.
Demokrasi
Masa Orde Baru
Pemerintahan
Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret 1966, yang
diikuti dengan pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai presiden Republik
Indonesia yang kedua. Rakyat menaruh harapan besar pada pemerintahan ini.
Masa Orde Baru
berhasil melaksanakan pembangunan, dimulai dengan pelita (pembangunan lima
tahun) yang ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, tingkat
pendidikan, dan lain-lain. Meskipun Indonesia mengalami perkembangan ekonomi
dan stabilitas politik yang cukup stabil pada masa Orde Baru, akan tetapi dari
aspek politik Indonesia mengalami kemunduran. Hal tersebut terlihat dar
tersumbatnya aspirasi rakyat dalam jalannya pemerintahan. Penyelenggaraan
pemerintahan berpusat pada presiden dan ruang-ruang publik atau aspirasi rakyat
cenderung terbungkam. Pemerintahan pun cenderung berjalan secara otoriter.
Kelebihan
demokrasi orde baru, antara lain.
a. Perkembangan
GDP (Gross Domestic Product) per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya
A$$ 70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS $1.565
b. Sukses
transmigrasi
c. Sukses
KB
d. Sukses
memerangi buta huruf
e. Sukses
swasembada pangan
f. Pengangguran
minimum
g. Sukses
REPELITA ( Rencana Pembangunan Lima Tahun)
h. Sukses
keamanan dalam negeri
Kelemahan demokrasi orde baru, antara lain.
a. Maraknya
korupsi, kolusi, nepotisme.
b. Pembangunan
Indonesia tidak merata
c. Pelanggaran
HAM kepada masyarakat non pribumi
d. Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan.
e. Kebebasan
pers sangat terbatas
f. Penggunaan
kekerasan untuk menciptakan keamanan.
g. Pelaku
ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaan negara di pegang oleh
swasta.
Terdapat
beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Baru di antaranya sebagai
berikut.
a. Pembatasan
hak-hak rakyat
b. Pemusatan
kekuasaan di tangan presiden
c. Pembentukan
lembaga ekstrakonstitusional
d. Korupsi,
kolusi, dan nepotisme
Berbagai
penyimpangan serta krisis yang datang silih berganti menyebabkan penderitaan
rakyat. Kepercayaan terhadap pemerintah berangsur-angsur mulai berkurang, bahkan
hal ini memicu rakyat untuk menuntut segera dibentuknya pemerintahan baru
dengan harapan mampu mengubah kondisi rakyat.
Situasi
politik yang kacau menimbulkan tekad dalam diri masyarakat untuk segera
dilakukan perubahan. Masyarakat mulai berinisiatif untuk melakukan berbagai
aksi demonstrasi guna menyuarakan aspirasi, bahkan tuntutan dan kritikan kepada
pemerintah. Aksi ini lebih banyak dilakukan oleh mahasiswa. Isi tuntunan itu
sebagian besar menginginkan mundurnya pemerintah saat itu, dan diganti dengan
pemerintahan baru yang lebih adil, jujur, dan transparan.
Lama-kelamaan
aksi demonstrasi pun meluas pada masyarakat umum. Tuntutan mereka pun kurang
lebih sama dengan para mahasiswa yaitu menuntun dibentuknya pemerintahan baru
dan para pejabat yang diduga melakukan penyimpangan harus segera diusut secara
tuntas. Setelah berbagai aksi demonstrasi tidak kunjung usai bahkan seolah-olah
semakin menjamur, akhirya pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi
mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya B.J. Habibie.[11]
4.
Demokrasi
Pancasila
Runtuhnya rezim
otoriter Orde Baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di
Indonesia, sejak 1999 sampai sekarang. Demokrasi didengung-dengngkan adalah
demokrasi Pancasila era Reformasi. Bergulirnya reformasi yang mengiringi
keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi
Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase ini akan ditentukan ke mana arah
demokrasi yang akan dibangun.[12]
Masa reformasi
bisa dikatakan cukup demokratis. Hal ini terlihat dengan pembuatan
undang-undang tentang HAM yaitu UU No. 39 Tahun 1999, serta undang-undang
tentang Pengadilan HAM yaitu UU No. 26 Tahun 2000.
Pada masa
pemerintahan ini telah dilakukan upaya-upaya untuk mewujudkan negara
demokratis, salah satunya dengan melakukan amandemen terhadap UUD 1945.
Amandemen adalah perubahan yang dilakuakan untuk menyesuaikan dengan perubahan
zaman dan perkembangan masyarakat. Amandemen juga penting untuk mengembalikan
arah perjalanan NKRI menuju cita-cita dan tujuan.
Diselenggarakannya
pemilu secara langsung untuk memilih presiden dan wakil presiden
mengindikasikan bahwa demokrasi mulai berkembang. Media pers mulai
memperlihatkan kebebasan untuk menjalankan fungsi secara maksimal. Hal ini
terlihat dengan mudahnya masyarakat mengakses informasi apa pun melalui
berbagai media massa yang ada. Selain itu, untuk mewujudkan ketertiban dan
kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat, pemerintah mulai menggalakkan kegiatan
seperti razia narkoba, minuman keras, maupun tempat-tempat hiburan. Upaya-upaya
pemerintah tersebut menunjukkan keseriusan untuk mewujudkan negara yang
demokratis, adil, dan transparan.
Seperti halnya
pemerintahan sebelumnya, pada masa pemerintahan ini masih terdapat pro dan
kontra serta kelemahan. Hal ini bisa dimaklumi karena adanya pluralitas dalam
sebuah negara menimbulkan dua kemungkinan, yaitu pihak yang setuju dengan
pemerintah dan pihak yang menentang pemerintah. Namun, sebagai warga negara
yang baik dan menginginkan kehidupan yang tertib dan sejahtera, kita harus
percaya dengan kinerja pemerintah dan memberikan dukungan sepenuhnya dengan
tetap mengawasi dan mengontrol agar tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan.[13]
Kelebihan
demokrasi pancasila, antara lain.
a. Selalu
menghargai dan melindungi HAM.
b. Selalu
menjunjung tinggi hukum.
c. Menghendaki
proses politik secara musyawarah.
d. Bebas,
terbuka, dan jujur untuk mencapai tujuan bersama.
e. Mengungkapkan
seperangkat norma.
D.
Masalah
Demokrasi
1.
Masalah
Demokrasi di Indonesia
Berbicara soal demokrasi di tanah air, kaitannya tidak
jauh dari masalah politik. Padahal demokrasi sendiri memiliki arti suatu bentuk
pemerintahan dimana semua warga Negara memiliki hak dalam pengambilan keputusan
yang dapat mengubah hidup mereka dan juga Negara. Demokrasi juga dapat diartikan
“dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” artinya masyarakat memiliki peranan
yang penting dalam keberhasilan pemerintahan. Tetapi dalam demokrasi yang
berlangsung di Indonesia belum
sepenuhnya sesuai dengan prinsip demokrasi tersebut, yang seharusnya bias
menuntun Negara menjadi lebih baik tetapi kenyataannya tujuan dan cita-cita
Negara belum dapat terwujud. Contoh dari permasalahan demokrasi di Indonesia
yang belum sesuai yaitu Pemilu. Pemilu
yang seharusnya berjalan dengan LUBER atau langsung, umum, bebas, rahasia,
namun kenyataannya sebaliknya. Dan di dalam pemilu terdapat juga
masalah-masalah penyelewengan yang sering dilakukan, contohnya antara lain
sebagai berikut.[14]
a. Politik
Uang
Calon menyuap masyarakat dengan memberikan uang dengan
harapan akan memilihnya. Masayrakat dengan tingkat kesadaran yang rendah atau
yang haus akan uang maka bisa saja menerimanya.
b.
Bersikap Rasis
Beberapa orang terkadang tidak sadar bahwa Negara
Indonesia ini merupakan Negara majemuk, dimana golongan mayoritas kebanyakan belum
bias menghargai golongan minoritas dan bersikap seolah mereka yang paling baik
atau paling pantas untuk memimpin.
c.
Intimidasi
Hal ini juga sering
kali terjadi dan ditemukan dalam proses demokrasi di mana suatu pihak
memaksakan kehendak orang lain untuk memilih pemimpin sesuai dengan pilihan
mereka.
d.
Kampanye negatif
Kebanyakan orang di Indonesia lebih memilih untuk
menjelekkan orang lain untuk menunjukkan bahwa dirinya yang lebih baik.
2.
Upaya
Untuk Mencegah Masalah Demokrasi
Solusi bagi mahasiswa, dan juga generasi penerus
bangsa sebagai upaya untuk menghilangkan masalah-masalah demokrasi tersebut.
Dengan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
orang disekitar terutama berkaitan dengan demokrasi, kita sebagai mahasiswa
harus tanggap dan kritis serta melakukan suatu cara untuk mengatasinya.
b. Membuat
aksi kreatif dan inspiratif
Aksi kreatif dan inspiratif tidak harus demo, bagi mereka
yang mempelajarai suatu bidang keilmuan atau yang tertarik dengan seni dan
musik mereka dapat menyalurkan dukungan demokrasi bersih.
c. Mengajarkan
pendidikan politik yang baik dan sebenarnya kepada masyarakat dan anak-anak sekolah
Bagi para mahasiswa yang suka mengajar dan suka terjun langsung
ke daerah-daerah untuk memberi pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang baik kepada
masyarakt atau anak-anak.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Demokrasi
dapat dikatakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Salah
satu landasan hukum demokrasi yakni Pembukaan UUD 1945 alenia IV.
2. Konsep
demokrasi menurut Islam yakni dengan bermusyawarah. Musyawarah merupakan asas
hukum dan kemaslahatan manusia.
3. Implementasi
atau pelaksanaan demokrasi di Indonesia dibagi menjadi empat periode, yaitu:
(1) periode 1945-1959; (2) periode 1959-1965; (3) periode 1965-1998; (4)
periode 1998-sekarang.
4. Demokrasi
di Indonesia memiliki beberapa persoalan dan salah satunya adalah mengenai
pemilu.
B.
Saran
Sebagai warga
negara diharapkan berpartisipasi dan ikut mengontrol jalannya pemerintahan agar
dapat mewujudkan negara demokrasi dan menuju Indonesia yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Noor
Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Damayanti, Cahya,dkk.
2013. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Klaten: Viva
Pakarrindo.
Ervirahmadani.
2015. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia.
http://ervirahmadani22a.blogspot.co.id/2015/02/pelaksanaan-demokrasi-di-indonesia.html
diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
Huda, Ni’matul. 2014. Ilmu
Negara. Jakarta: Raja Grafindo.
Munawaroh,
Dwi. 2016. Demokrasi Landasan Hukum dan
Solusi. http://dwimunawar.blogspot.co.id/2016/03/demokrasi-landasan-hukum-dan
-solusi.html diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
Rumala,Dewinda, Julianensi. 2016. Masalah Demokrasi di Indonesia dan Solusinya http://djrumala.blogspot.com/2016/03/masalah-demokrasi-di-Indonesia-dan.html?m=1 diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
[1]Noor
Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hal. 177-182
[2]
Dwi, Munawaroh, Demokrasi Landasan Hukum
dan Solusi, http://dwimunawar.blogspot.co.id/2016/03/demokrasi-landasan-hukum-dan
-solusi.html diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
[3]
Ni’matul, Huda, Ilmu Negara,
(Jakarta: Raja Grafindo, 2014), hal. 219-221
[4]
Ibid., hal.221-222
[5]
Ibid., hal.222-223
[6]
Ibid., hal.223-224
[7]
Ibid., hal.224-225
[8]
Ervirahmadani, Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia, http://ervirahmadani22a.blogspot.co.id/2015/02/pelaksanaan-demokrasi-di-indonesia.html
diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
[9]
Cahya, Damayanti,dkk., Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, (Klaten: Viva Pakarrindo, 2013), hal.39
[10]
Ibid., hal.39-40
[11]
Ibid., hal. 41-42
[12]
Noor Ms Bakry, Pendidikan
Kewarganegaraan.., hal. 193-194
[13]
Cahya, Damayanti,dkk., Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan.., hal.43
[14]
Dewinda, Julianensi Rumala, Masalah
Demokrasi di Indonesia dan Solusinya http://djrumala.blogspot.com/2016/03/masalah-demokrasi-di-Indonesia-dan.html?m=1
diakses pada Rabu, 08 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar