Minggu, 10 Desember 2017

Makalah: Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum



MAKALAH
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum MI/SD
Dosen Pengampu:
Hamidah Abdul Shomad, M.Pd.I



Oleh:
Kelompok 6
  1. Ananda Mita Ufatun Ni’mah                           (17205163287)
  2. Ana Ayu Rufaida                                            (17205163132)
  3. Anis Khoirunnisa                                             (17205163167)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
Oktober 2017


KATA PENGANTAR


Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas perkenan-Nya tugas penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang berjudul “Pendekatan-pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum” ini ditulis guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum MI/SD.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada:
1.      Dr. Maftukhin, M.Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
2.      Hamidah Abdul Shomad, M.Pd.I. selaku dosen pengampu
3.      Teman-teman dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat dan mendapat ridha dari Allah SWT.

Tulungagung, 03 Oktober 2017

Penulis





DAFTAR ISI
                                                                                                                                                                                                                        
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I :             PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................   1
B.       Rumusan Masalah ...............................................................   1
C.       Tujuan         ..........................................................................   1

BAB II            :            PEMBAHASAN
A.      Pendekatan-pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum. .2
1.Pendekatan Bidang Studi................................................. 2
2.Pendekatan Rekonstruksionisme....................................... 3
3.Pendekatan Humanistik.................................................... 4
4.Pendekatan Pembangunan Nasional................................. 7
5.Pendekatan Interdisipliner................................................ 10
6.Pendekatan Kompetensi.................................................... 13
BAB III :          PENUTUP
A.      Simpulan... ........................................................................... 16
B.       Saran..................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA................................... ....................................................... 17




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan membantu siswa dalam mengembangkan potensinya berupa fisik, intelektual, emosional, dan sosial keagamaan dan lain sebagainya. Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, tekhnik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh karena itu, sudah sewajarnya para pendidik memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya.[1]
Berdasarkan uraian diatas maka pada makalah ini kami akan membahas beberapa pendekatan yang digunakan dalam rangka mengembangkan kurikulum pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum?

C.    Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Pendekatan lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan rencana dan pengaturan mengenai bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat.[2]
Berdasarkan uraian diatas maka pendekatan pengembangan kurikulum adalah usaha dan langkah-langkah menerapkan strategi dan beberapa metode yang tepat dengan mengikuti prosedur pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Berikut macam-macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.
1.      Pendekatan Subjek Akademik (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
Pada pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, IPA dan IPS dan sebagainya seperti yang lazim didapati dalam sistem pendidikan sekarang ini di semua sekolah dan perguruan tinggi. Prioritas pendekatan ini adalah mengutamakan sifat perencanaan program dan juga mengutamakan penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.[3] Kurikulum subjek akademik tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa.
Dalam pendekatan subjek akademik memiliki tujuan untuk pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Siswa harus belajar menggunakan pemikiran, sehingga diharapkan siswa mempunyai konsep dan cara yang terus dapat dikembangkan dalam masyarakat yang luas. Metode yang digunakan dalam pendekatan akademik adalah pendekatan metode ekspositori dan inkuri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun dengan sistematis dan diberi ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji, diharapkan siswa akan menjadi lebih mengerti tentang materi dan bisa mengkaji materi juga menemukan solusi atas problematikanya sendiri.[4]
2.      Pendekatan Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi atau mengarahkan perubahan (rekonstruksi) pada tatanan sosial saat ini.[5]
Pendekatan ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokus kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan lain-lain. Dalam gerakan rekonstruksionisme terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangan tentang kurikulum, antara lain sebagai berikut.
a.      Rekonstruksionisme Konservatif
Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat, masalah-masalah dapat bersifat lokal dan bersifat daerah nasional, regional dan internasional bagi pelajar SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Peranan guru sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat.
b.       Rekonstruksionisme Radikal
Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak Negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil, yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun pendidikan nonformal mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Untuk pendirian yang saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah, ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat.[6]
3.      Pendekatan Humanistik
Pendekatan pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog, pendekatan reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri, sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship). Dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar menransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan dirinya secara optimal.[7]
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga pendidik memiliki relasi bermakna antara pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuh kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang. Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan bagi siswa. Dasar pendidikannya adalah apa yang men- “dunia”, minat, dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learners-centered teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa pendidik menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan yang berpusat pada siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian mem- “fungsi” -kan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Tujuan sejati dari pendidikan seharusnya adalah pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanistik serta mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income generating skills). Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh kemajuan baik dalam bidang intelektual, emosi/perasaan (EQ), afeksi maupun keterampilan yang berguna untuk hidup praktis. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis.[8]
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut.[9]
a.       Siswa akan lebih giat lagi belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
b.      Siswa yang diturutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c.       Hasil belajar akan meningkatkan dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
d.      Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatan belajarnya.
e.       Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahas pelajaran itu.
f.       Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar memupuk rasa harga diri.
4.      Pendekatan Pembangunan Nasional
Pendekatan ini mengandung tiga unsur, antara lain sebagai berikut.[10]
a.       Pendidikan kewarganegaraan.
Berorientasi pada sistem politik negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap warganegara. Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori yakni sebagai berikut.
1)      Warga negara yang apatis, acuh tak acuh dan tak berpasipasi dalam proses politik.
2)      Warga negara yang pasif, yang partisipasinya minimal (misalnya hanya turut dalam pemilihan umum)
3)      Warga negara aktif, yang turut aktif merumuskan policy kebijaksanaan, memilih wakil, memperbaiki undang – undang dan mengubah peraturan yang tidak adil.
Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warganegara aktif.
R. freeman Butts dalam “The Revival of Civic Learning” mengemukakan daftar sepuluh konsep, yang menurut pendapatnya, dapat dijadikan asas kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan, yakni sebagai berikut.[11]
1)      Keadilan (justice)
2)      Kemerdekaan (freedom), hak kebebasan asasi bagi semua warganegara, yakni :
a)      hak hidup sebagai manusia terhormat, bebas untuk merealisasakan diri, aman terhadap ancaman, dan lain – lain;
b)      hak bicara, berfikir, menulis dan mengeluarkan pendapat tanpa halangan yang tak layak;
c)      hak untuk berpartisipasikan penuh dalam pemerintahan.
3)      Kesamaan (equality), kesamaan hak dan kesempatan.
4)      Keragaman (diversity), keseimbangan dalam keragamn agar terdapat pluralisme yang seimbang.
5)      Otoritas (authority), kekuasaan yang diperoleh secara moral, legal, dan disahkan oleh peraturan, undang – undang, dan tradisi.
6)      Ke-prive-an (privacy). Hak untuk tidak diganggu dan hak untuk menentukan keterangan pribadi apa yang dapat disampaikan kepada orang lain.
7)      Proses hukum (due process), hak pelindungan di bawah undang – undang bila dan jika ada tuduhan, perlindungan terhadap hukuman dan penahanan yang sewenang – wenang.
8)      Partisipasi (participation), kesempatan untuk turut serta secara langsung dalam pemerintahan lokal, tingkatan mikro, maupun melalui perwakilan pada tingkatan makro.
9)      Kewajiban pribadi bagi kesejahteraan umum, (personal obligation for the poblic good) rasa kewajiban dan tanggung  jawab moral terhadap orang lain, pada taraf lokal, nasional, maupun internasional, seiring dengan rasa royalitas, partiotisme, disiplin dan kewajiban terhadap Negara.
10)   Hak asasi manusia internasional  (international human rights), pemahaman global mengenai hak asasi manusia, menuju “ dunia yang lebih adil”.
Selain konsep – konsep diatas kebanyakan program Pendidikan Kewarganegaran juga mengajarkan berbagai keterampilan seperti kepemimpinan, berfikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntut dari tiap warganegara yang baik.[12]
b.      Pendidikan Pembangunan Nasional
Tujuan pendidikan ini ialah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang cermat. Pada pakar tenaga kerja harus memperhitungkan dengan eksak jumlah guru, ahli kimia, insinyur petanian, ahli bedah, dan sebagainya yang diperlukan tiap tahun. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan negara. Para pengembang kurikilum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisi jabatan yang akan diduduki. Suatu siste yang tentang komprehensif harus disusun untuk menjaring mereka yang memperlihatkan bakat yang sesuai dengan program tertentu.

c.       Pendidikan Keterampilan untuk Kehidupan Praktis
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari – hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yakni:[13]
1)      Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka sistem ekonomi sauatu negara.
2)      Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
3)      Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
4)      Keterampilan sebagai warga negara yang baik.
5.      Pendekatan Interdisipliner
Di bawah ini akan kita bicarakan beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.[14]
a.       Pendekatan Broad-Field
Pendekatan ini berusaha mengintregasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Misalnya banyak sekolah mengajarkan IPS dengan membicarakan “lingkungan rumah” atau “ orang yang berjasa di rumah”. Untuk itu guru menyiapkan suatu unit yang antara lain dapat membicarakan letak rumah (dibuat peta), ibu yang tiap hari mengurus rumah tangga, kakak membantu membersihkan rumah, pendapatan tukang sayur, tukang koran yang mengantarkan koran tiap pagi, biaya rumah tangga tiap hari, dan lain-lain.
Dalam pelajaran itu telah dilibatkan berbagai disiplin ilmu seperti geografi (lokasi rumah), ekonomi (biaya rumah tangga), sosial (saling membantu dalam lingkungan keluarga).
Pendekatan Broad-Field pada hakekatnya adalah penyatuan beberapa mata pelajaran yang sejenis, seperti IPA (didalamnya tergabung ada fisika, biologi dan kimia) dan IPS. Kurikulum bentuk ini sebagai upaya penggabungan dari mata pelajaran-mata pelajaran yang terpisah-pisah dengan maksud untuk mengurangi kekurangan yang terdapat dalam bentuk mata pelajaran. Korelasi kurikulum merupakan penggabungan dari mata pelajaran yang sejenis secara insidental.
Dari bahan kurikulum yang terlepas-lepas diupayakan disatukan dengan bahan kurikulum atau mata pelajaran yang sejenis sehingga dapat memperkaya wawasan siswa dari berbagai disiplin ilmu. Tetapi kenyataan di lapangan atau di sekolah terbukti bahwa guru-guru masih berpegang pada latar belakang pendidikannya. Seumpamanya seorang guru sejarah mengajarkan bidang studi IPS, tetapi dalam pelaksanaannya masih mengutamakan pelajaran sejarahnya daripada substansi IPS itu sendiri.
Demikian pula dalam penilaiannya cenderung akan banyak mengukur atau menilai substansi sejarahnya daripada substansi IPSnya. Salah satu penyebabnya karena guru yang bersangkutan belum memahami prinsip-prinsip pola penggabungan mata pelajaran tersebut.
Bahan pelajaran dalam kurikulum ini memungkinkan substansi pelajarannya memiliki pengertian-pengertian yang lebih mendalam dibanding dengan mata pelajaran yang terpisah-pisah. Dalam korelasi kurikulum masih memungkinkan guru akan lebih banyak memberikan substansi prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga guru dapat menyampaikan materi atau membimbing siswa untuk mempelajari bahan pelajaran secara utuh (dalam lingkup bord field) dan dapat meningkatkan daya tarik siswa terhadap pelajaran tersebut.[15]

b.      Pendekatan Kurikulum Inti (core curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah ituKurikulum ini merupakan bagian dari kurikulum terpadu (integrated curriculum). Beberapa karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah :[16]
1)      kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus.
2)      isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan.
3)      isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun problema yang dihadapi secara aktual.
4)      isi kurikululm cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial.
5)      isi kurikulum ini lebih difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalaman yang terpadu.
Kurikulum ini selalu menggunakan bahan-bahan dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu guna menjawab atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapi atau yang dipelajari siswa. Tidak menutup kemungkinan bahwa aspek lingkungan pun menjadi bahan yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum ini. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa core curriculum adalah bagian dari kurikulum terintegrasi atau kurikulum terpadu, sehingga program pembelajaran untuk kurikulum ini harus dikembangkan secara bersama-sama antara guru dengan siswa. Dalam prosesnya, kurikulum terpadu perlu didukung oleh kemampuan guru dalam mengelola waktu dan kegiatan sehingga aktivitas dan substansi materi yang dipelajari siswa menjadi lebih efektif, efisien dan bermakna.
c.       Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti/pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan terpelajar.
d.      Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi studi baru misalnya : geografi + botani + arkeologi menjadi earth sciences.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sering memaksa diadakannya fusi antara beberapa disiplin tradisional, misalnya:
biologi + fisika      => biofisika
biologi + kimia      => biokimia atau biogenetika
Semua pendekatan interdisipliner ini mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.[17]
6.      Pendekatan Kompetensi
Pendekatan kompetensi merupakan pendekatan pengembangan kurikulum yang memfokuskan pada penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan. Setiap tahap perkembangan memiliki sejumlah potensi bawaan yang dapat dikembangkan, tetapi pemekarannya sangat tergantung pada kesempatan yang ada dan kondisi lingkungannya. Pendidikan merupakan lingkungan utama yang memberikan kesempatan dan dukungan bagi perkembangan potensi-potensi peserta didik.
Setiap peserta didik memiliki potensi bawaan sendiri-sendiri meskipun aspek-aspek perkembangannya sama tetapi tingkatannya berbeda-beda. Seorang peserta didik memiliki kemampuan berpikir matematis yang tinggi, tetapi peserta didik lain berpikir ekonomi, politik, keruangan, keterampilan sosial, atau komunikasi yang tinggi. Guru-guru diharapkan dapat mengenali dan memahami potensi-potensi, terutama potensi-potensi tinggi yang dimiliki peserta didiknya. Dengan bekal pemahaman tersebut, mereka diharapkan dapat membantu mengembangkan potensi-potensi peserta didik sehingga dapat berkembangan secara optimal.[18]
Keterlibatan pendekatan kompetensi terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut.[19]
a.       Pembelajaran perlu lebih menekankan pada pembelajaran individual meskipun dilaksanakan secara klassikal, dalam hal ini, tugas diberikan kepada peserta didik secara individu, bukan secara kelompok.
b.      Perlu diadakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan strategi dan media yang bervariasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti kegiatan belajar dengan tenang dan menyenangkan.
c.       Pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian tugas pembelajaran agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas belajar dengan baik.
Dalam kaitannya dengan pengembangan pembelajaran berdasarkan pendekatan kompetensi, Ashan dalam E. Mulyasa, mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a.       menetapkan kompetensi yang ingin dicapai.
b.      mengembangkan strategi untuk mencapai kompetensi
c.       evaluasi.
Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut.
a.       Sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan    saja, tetapi juga tingkat untuk kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan.
b.      Kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas.
c.       Sasaran utama adalah penguasaan kemampuan (exit requirements) dan bukan pada cara atau waktu pencapaian.
Adapun tujuan pendekatan kompetensi adalah penjaringan dan pengelolaan informasi dengan imbal balik secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri, baik dari tingkat lembaga maupun tingkat nasional. Sedangkan metode yang digunakan diantaranya, yaitu: mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman belajar, menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu, nama mata pelajaran.


BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
1.      Macam-macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.
a.       PendekatanPendekatan Subjek Akademik (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
b.      Pendekatan Rekonstruksionisme
c.       Pendekatan Humanistik
d.      Pendekatan Pembangunan Nasional
e.       Pendekatan Interdisipliner
f.       Pendekatan Kompetensi

B.     Saran
1.      Untuk pendidik dan calon pendidik diharapkan mampu memahami dan menerapkan pendekatan-pendekatan dalam pengembengan kurikulum dengan baik di dalam dunia pendidikan.
2.      Diharapkan antara pendidik dan peserta didik saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik agar pendekatan ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan.

DAFTAR PUSTAKA


Ajie. 2015. Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum. http://ajiezaenulamry.blogspot.co.id/2015/08/makalah-tentang-pendekatan-pengembangan.html, diakses pada Rabu, 3 Oktober 2017
E. Mulyasa. 2010. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sahar. 2015. Makalah Pendekatan dan Pengembangan Kurikulum. http://mytugasmm.blogspot.co.id/2015/06/makalah-pendekatan-dan-pengembangan.html, diakses pada Rabu, 4 Oktober 2017
Yulianik. 2016. Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum. http://yulianikblogspot.blogspot.co.id/2016/12/800x600-normal-0-false-false-false-in-x.html, diakses pada Rabu, 3 Oktober 2017

 



[2] Sahar, Makalah Pendekatan dan Pengembangan Kurikulum, http://mytugasmm.blogspot.co.id/2015/06/makalah-pendekatan-dan-pengembangan.html, diakses pada Rabu, 4 Oktober 2017
[3] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1989), hal. 43-44
[4] Yulianik, Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum, http://yulianikblogspot.blogspot.co.id/2016/12/800x600-normal-0-false-false-false-in-x.html, diakses pada Rabu, 3 Oktober 2017
[5] Ajie, Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum, http://ajiezaenulamry.blogspot.co.id/2015/08/makalah-tentang-pendekatan-pengembangan.html, diakses pada Rabu, 3 Oktober 2017
[6] Ibid.,
[7] Ibid.,
[8] Ibid.,
[9] Nasution, Kurikulum dan Pengajaran,..hal. 49-50
[10] Ibid., hal.55
[11] Ibid., hal.56
[12] Ibid.,
[13] Ibid., hal. 58
[14] Ibid., hal.44-47
[15] Ibid., hal. 45
[16] Ibid.,
[17] Ibid., hal.47
[18] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 68
[19] Ajie, Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum...diakses pada Rabu, 3 Oktober 2017

[1] Yulianik, Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum,  http://yulianikblogspot.blogspot.co.id/2016/12/800x600-normal-0-false-false-false-in-x.html, diakses pada Rabu, 3 Oktober 2017

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar