MAKALAH
MODEL
PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Disusun
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Model Pembelajaran MI/SD
Dosen Pengampu : Hamidah Abdul Shomad,
M.Pd.I.
Oleh:
Kelompok 5
- Amalia Risyda (17205163343)
- Ananda Mita Ufatun Ni’mah (17205163287)
- Arina Nailil Khusna (17205163354)
JURUSAN
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
OKTOBER
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas
perkenan-Nya tugas penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah
yang berjudul “Model Pembelajaran
Konstruktivisme” ini ditulis guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Model
Pembelajaran MI/SD.
Pada
kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.
Maftukhin, M.Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
2. Hamidah Abdul Shomad, M.Pd.I. selaku dosen pengampu
3. Teman-teman
dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga makalah ini
bermanfaat dan mendapat ridha dari Allah SWT.
Tulungagung, 09 Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... ii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ............................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................... 2
D. Manfaat................................................................................ 2
BAB II
: PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pembelajaran Konstrktivisme................. 3
B. Konsep Model Pembelajaran Konstruktivisme.................... 4
C. Alasan Model Pembelajaran Konstruktivisme..................... 7
D. Strategi Model Pembelajaran Konstruktivisme.................... 8
E. Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivisme........... 11
F.
Kelebihan dan Kekurangan
Model Pembelajaran Konstruktivisime 13
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 15
B. Saran..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................
....................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam
dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah
konstruktivisme. Pemilihan model pembelajaran ini dikarenakan agar pembelajaran
membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba
memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga
kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada
benda-benda konkret.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa
sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang
pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat
memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk
meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses
mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi
itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam
mengkonstruk konsepsi tersebut agar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, kami tertarik untuk
membuat makalah yang bertema model pembelajaran konstruktivisme. Kami berharap
bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri,
sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai
pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan
pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian model pembelajaran konstruktivisme?
2. Bagaimana
konsep model pembelajaran konsstruktivisme?
3. Bagaimana
alasan pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme?
4. Bagaimana
strategi model pembelajaran konstruktivisme?
5. Bagaimana
implementasi model pembelajaran konstruktivisme dalam dunia pendidikan?
6. Bagaimana
kelebihan dan kekurangan model pembelajaran konstruktivisme?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian model pembelajaran konstruktivisme.
2. Untuk
mengetahui konsep model pembelajaran konstruktivisme.
3. Untuk
mengetahui alasan pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme.
4. Untuk
mengetahui strategi model pembelajaran konstruktivisme.
5. Untuk
mengetahui implementasi model pembelajaran konstruktivisme dalam dunia
pendidikan.
6. Untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran konstruktivisme.
D.
Manfaat
Bagi
pendidik, diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam
proses pembelajaran semaksimal mungkin agar tercipta pembelajaran yang efektif
dan efesien di kelas.
Bagi
peserta didik, diharapkan mampu memahami model pembelajaran konstruktivisme
yang diterapkan oleh pendidik.
Dan
bagi calon pendidik, diharapkan memberikan pembelajaran pada calon pendidik
agar mereka mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam proses
mengajar setelah menjadi pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Model Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme dalam kamus bahasa Indonesia berarti paham atau aliran.[1]
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai
aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan
pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia
pembelajaran yang menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses
pembelajaran, perlunya pengembangan program siswa belajar mandiri, dan perlunya
siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuaannya sendiri.[2]
Teori konstruktivisme lahir dari Piaget dan
Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu paham bahwa siswa membina sendiri
pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya. Pada proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima
dengan pengetahuan sebelumnya untuk membina pengetahuan baru.
Briner berpendapat, pembelajaran secara
kontruktivisme berlaku dimana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan
pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya,
mengimplikasikannya pada satu situasi baru mengintegrasikan pengetahuan baru
yang diperoleh dengan mind set yang
telah ada.
Selain itu, Bell mengemukakan pendapat bahwa
konstruktivisme memandang ketika siswa datang ke kelas membawa persiapan mental
dan metakognitif. Artinya, siswa datang ke kelas sudah memiliki konsep awal
dari bahan yang akan dipelajari.[3]
Model pembelajaran konstruktivistme adalah salah
satu pandangan dari proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses
pembelajaran (memperoleh pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik
kognitif. Konflik kognitif dapat diselesaikan hanya melalui pengetahuan yang
akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalaman dari interaksi dengan
lingkungan.[4]
Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran
konstruktivisme adalah model pembelajaran di mana siswa diberi kesempatan untuk
membangun pengetahuan itu sendiri berdasarkan pengalaman sebelumnya.
B.
Konsep
Model Pembelajaran Konstruktivisme
1. Konstruktivisme Individu
Pandangan
ini fokus pada kehidupan manusia, yakni mengartikan sesuatu dengan menggunakan
pengetahuan dan keyakinannya secara individu. Pengetahuan disusun dengan
mentransformasikan, mengorganisasi, dan mengeorganisasikan pengetahuan yang
sebelumnya. Piaget menekankan
pada hal-hal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan yang tidak biasa secara
langsung dipelajari dari lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan
menghubungkan kognisi atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan
realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor
penting dalam pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi
sosial merupakan mekanisme utama dalam mengubah pikiran.
Piaget
mengusulkan tahapan kognitif yang dilakukan oleh semua manusia. Berpikir pada
tiap langkah memasukkan tahapan sebelumnya sehingga makin terorganisir dan
adaptif. Piaget menjelaskan bagaimana tiap individu mengembangkan schema,
yaitu suatu sistem organisasi aksi atau pola pikir yang membuat kita secara
mental mencerminkan "berpikir mengenainya". Dua proses diaplikasikan
dalam hal ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi kita berusaha
memahami hal yang baru dengan mengaplikasikan schema yang ada; sedangkan
akomodasi terjadi ketika seseorang harus merubah pola berpikirnya untuk
merespon terhadap situasi yang baru. Seseorang melakukan adaptasi dalam situasi
yang makin kompleks ini dengan menggunakan schema yang masih bisa
dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan menambahkan pada
schema-nya sesuatu yang baru karena memang diperlukan (akomodasi).
Hal yang
paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus
terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya
bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara
aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan
tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadikan faktor guru dalam
proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru
yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam
bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan
jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami
sesuatu.
2. Konstruktivisme Sosial
Vygotsky meyakini bahwa interaksi sosial, unsur-unsur
budaya, dan aktivitasnya adalah yang membentuk pengembangan dan pembelajaran
individu. Atau dengan kata lain, pengetahuan disusun berdasarkan interaksi
sosial dalam konteks sosial budayanya. Penemuan yang terencana, pengajaran,
model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan, keyakinan dan pemikiran siswa,
mempengaruhi pembelajaran.[5]
Di dalam konsep Vygotsky ada tingkatan
pengetahuan atau pengetahuan berjenjang yang disebut scaffolding. Scaffolding berarti memberikan kepada seorang individu
sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut
mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar segera setelah mampu
mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori
pencapaian siswa dalam upaya memecahlan permasalahan, yaitu:
1. siswa
mencapai keberhasilan dengan baik,
2. siswa
mencapai keberhasilan dengan bantuan,
3. siswa
gagal meraih keberhasilan.
Para konstruktivis Vygotsky lebih
menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual. Terdapat
dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky, yakni[6]:
1. Mengenai
fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai proses
pengindraan terhadap tanda sampai kepada tukar menukar informasi dan
pengetahuan,
2. Zona of Proximal Develpment (ZPD).
Pendidik sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam
upaya membangun pengetahuan, pengertian, dan kompetensinya.
Dalam
interaksi sosial di kelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa
dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai memberi bantuan kepada
siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan
masalah tersebut, maka terjadi scaffolding,
siswa yang mengalami kesulitan tersebut terbantu oleh teman yang lebih pandai.
Ketika guru membantu secukupnya kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajarnya, maka terjadi scaffolding.
Konsep
zona of proximal development (ZPD) menurut
Vygotsky berdasar pada ide bahwa perkembangan pengetahuan siswa ditentukan oleh
dua hal, yaitu apa yang dapat dilakukan oleh siswa sendiri dan apa yang
dilakukan oleh siswa ketika mendapat bantuan orang yang lebih dewasa atau teman
sebaya yang berkompeten.[7]
C.
Alasan
Model Pembelajaran Konstruktivisme
Alasan
seorang pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme yakni disini
siswa bisa lebih memahami materi, karena dalam model pembelajaran
konstruktivisme siswa akan membangun pengetahuannya sendiri. Jadi, siswa akan
lebih paham dengan apa yang mereka pelajari, karena suatu hal yang dipelajari
dengan membangun pengetahuan itu sendiri akan lebih mudah melekat dan mudah
dipahami.
Kreativitas
dan keaktifan siswa akan membantu siswa untuk mandiri dalam kehidupan kognitif
siswa, sehingga belajar lebih diarahkan pada proses experimental learning yaitu proses adaptasi manusia berdasarkan
pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dalam pengembangan konsep baru. Karenanya
titik tekan dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik
melainkan pada belajar.
D.
Strategi
Model Pembelajaran Kontruktivisme
1. Belajar
Aktif
Pembelajaran
aktif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
aktif membangun sendiri konsep dan makna melalui berbagai kegiatan. Disini
siswa yang harus dituntut aktif bukan guru yang aktif, guru harus kreatif dalam
mengelola pembelajaran dan tidak lupa harus kreatif menyiapkan media
pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran sehingga akan didapat
suatu pengalaman belajar yang aktif.
2. Belajar
Mandiri
Pengertian belajar
mandiri menurut Hiemstra adalah sebagai berikut[8]:
a.
Setiap individu berusaha meningkatkan tanggung jawab
untuk mengambil berbagai keputusan.
b.
Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang
sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.
c.
Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan
orang lain.
d.
Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransferkan
hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang
lain.
e.
Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan
berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok,
latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi.
f.
Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih
dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi
hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif.
g.
Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan
belajar mandiri menjadi program yang lebih terbuka (seperti Universitas
Terbuka) sebagai alternatif pembelajaran yang bersifat individual dan
programprogram inovatif lainnya.
3. Belajar
Kooperatif dan Kolaboratif
Dalam
bahasa Indonesia, kata kolaborasi
dan kooperasi cenderung
diartikan dalam makna yang sama yaitu kerjasama.
Kedua konsep
pembelajaran ini memiliki persamaan, yakni:
a.
Menekankan pentingnya pembelajaran aktif
b.
Peran guru sebagai fasilitator
c.
Pembelajaran adalah pengalaman bersama antara
siswa dan guru
d.
Meningkatkan keterampilan kognitif tingkat tinggi
e.
Lebih banyak menekankan tanggungjawab siswa dalam
proses belajarnya
f.
Melibatkan situasi yang memungkinkan siswa dapat
mengemukakan idenya dalam kelompok kecil.
g.
Membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial
dan membangun tim.
4. Generative
Learning
Model pembelajaran generatif (generative
learning model) pertama kali diperkenalkan oleh Osborne dan Cosgrove.
Pembelajaran generatif terdiri atas empat tahap yaitu[9]:
a.
Pendahuluan
atau disebut eksplorasi
Tahap pertama yaitu tahap eksplorasi yang disebut juga tahap pendahuluan.
Pada tahap eksplorasi guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi tahap
pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman
sehari-harinya atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya.
Untuk mendorong siswa agar mampu melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan
stimulus berupa beberapa aktivitas/tugas-tugas seperti melalui demonstrasi/penelusuran
terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukkan data dan fakta yang terkait
dengan konsepsi yang akan dipelajari.
b. Pemfokusan
Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep. Pada tahap
pemfokusan siswa melakukan pengujian melalui kegiatan laboratorium atau dalam
model pembelajaran yang lain. Pada tahap ini guru bertugas sebagai fasilitator
yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian
para siswa dapat melakukan proses sains.
c.
Tantangan atau tahap pengenalan konsep
Tahap ketiga yaitu tahap tantangan disebut juga tahap pengenalan konsep.
Setelah siswa memperoleh data selanjutnya menyimpulkan dan menulis dalam lembar
kerja. Para siswa diminta mempersentasikan temuannya melalui diskusi kelas. Melalui
diskusi kelas akan terjadi proses tukar pengalaman di antara siswa.
d.
Penerapan konsep
Tahap keempat adalah tahap penerapan. Pada tahap ini, siswa diajak untuk
dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar
dalam situasi baru yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan
sehari-hari. Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa di
luar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan. Pada
tahap ini siswa perlu diberi banyak latihan-latihan soal.
5. Model
Pembelajaran Kognitif
Model
pembelajaran kognitif yang sangat berpengaruh adalah Discovery Learning yang dikemukakan oleh Jerome Bruner. Menurutnya
peran guru adalah menciptakan situasi belajar sedemikian rupa agar siswa dapat
belajar berdasarkan apa yang mereka miliki, bukan memberikan paket informasi.
Untuk
mendapatan pengetahuan siswa harus dapat berperan sebagai sejarawan, yaitu
mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan, karena menurut Bruner
pengetahuan adalah suatu proses dan buksn suatu produk.
Bruner
mengusulkan seharusnya siswa belajar dengan terlibat secara aktif dengan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip, dimana mereka harus didorong memiliki
pengalaman-pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan
mereka menemukan sendiri konsep dan prinsip-prinsip tersebut.[10]
E.
Implementasi
Model Pembelajaran Kontruktivisme
1.
Discovery Learning
Dalam model ini, siswa didorong untuk belajar sendiri, belajar aktif
melalui konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru sebagai motivatornya. Discovery learning lebih mengarah dalam
kegiatan sepertti praktikum. Langkah-lagkah dalam discovery learning antara lain.
a.
Pertama, guru mengidentifikasi kurikulum. Selanjutnya
memandu pertanyaan, menyuguhkan teka-teki, dan menguraikan berbagai
permasalahan.
b.
Kedua, pertanyaan yang fokus harus dipilih untuk
memandu siswa ke arah pemahaman yang bermakna. Siswa lalu memformulasikan
jawaban sementara (hipotesis).
c.
Ketiga, mengumpulkan data dari berbagai sumber yang
relevan, dan menguji hipotesis.
d.
Keempat, siswa membentuk konsep dan prinsip.
e.
Kelima, guru memandu proses berfikir dan diskusi siswa,
untuk mengambil keputusan.
f.
Keenam, merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah
pemikiran guna menyelesaikan masalah.
Proses ini mengajarkan siswa untuk memahami isi dan proses dalam waktu yang
bersamaan. Dengan kata lain, siswa belajar menyelesaikan masalah, mengevaluasi
solusi, dan berfikir logis.
2.
Pembelajaran Berbasis
Masalah
Dalam model ini, siswa dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk
mereka. Persoalan sesungguhnya dari pembelajaran berbasis masalah adalah
menyangkut masalah nyata, aksi siswa, dan kolaborasi diantara mereka untuk
menyelesaikan masalah. Langkah-langkah pada pembelajaran berbasis masalah
antara lain.
a.
Pertama, guru
memotivasi diri siswa, dan mengarahkannya kepada permasalahan.
b.
Kedua, guru
membantu siswa dengan memberi petunjuk tentang literatur yang terkait masalah,
dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membuat kelompok kerja.
c.
Ketiga, guru
menyemangati siswa untuk mencari lebih banyak literatur, melakukan percobaan,
membuat penjelasan untuk menemukan solusi. Setelah itu, secara mandiri,
kelompok kerja siswa melakukan penyelidikkan.
d.
Keempat, kelompok kerja siswa mempresentasikan hasil
temuannya, baik itu berupa laporan, video, model, dan dibantu guru dalam
mendiskusikannya.
e.
Kelima, kelompok kerja siswa menganalisis, dan
mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Pada bagian ini pula, guru membantu
siswa dalam merefleksikannya.
Pada model ini, guru dan siswa bersama-sama dalam proses, sesuai dengan
porsinya. Mereka bersama-sama untuk mengkaji, membaca, menulis, meneliti,
berbicara, guna menuju pada penyelesaian masalah selayaknya dalam kehidupan
yang nyata.[11]
F. Kelebihan dan Kekurangan
Berikut ini keunggulan penggunaan model pembelajaran
konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu[12]:
a. model
pembelajaran ini dapat membangun pengetahuan kognitif siswa.
b. pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri,
berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan
tentang gagasannya.
c. pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan
awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan
memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
d. pembelajaran
konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya.
Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi
tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
e. pembelajaran
konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung
siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada
satu jawaban yang benar.
Dalam
model pembelajaran konstruktivisme memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan
bagi pendidik antara lain salah pemahaman terhadap materi. Ketika peserta didik
diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan sendiri tidak menutup kemungkinan
bahwa pengetahuan yang dibangun tersebut semua akan benar atau semua akan
salah. Jadi, sebagai pendidik meskipun peserta didik diberi kesempatan
membangun pengetahuan sendiri, pendidik juga harus tetap mengawasi dan
mendampingi peserta didik agar tidak terjadi kesalahpahaman materi.
Kesalahpahaman
materi ini akan berdampak buruk baik bagi peserta didik, pendidik, maupun
instansi terkait. Karena suatu ilmu dan pengetahuan jika dari awal sudah salah
maka kedepannya akan salah pula. Maka dari itu sebagai pendidik harus tetap
mendampingi peserta didik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Model
pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan dari proses
pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran (memperoleh
pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif.
2. Ada
dua konsep model pembelajaran konstruktivisme, yakni konstruktivisme individu
(Piaget) dan konstruktivisme sosial (Vygotsky)
3. Alasan
seorang pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme yakni disini
siswa bisa lebih memahami materi.
4. Ada lima strategi dalam pembelajaran
konstruktivisme, antara lain; belajar aktif, belajar mandiri, belajar
kooperatif dan kolaboratif, generative
learning, dan model pembelajaran kognitif.
5. Implementasi
model pembelajaran konstruktivisme bisa menggunakan discovery learning dan pembelajaran berbasis masalah.
6. Dalam model
pembelajaran ini terdapat kelebihan dan kekurangan.
B.
Saran
1. Diharapkan
pendidik mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran
karena model pembelajaran ini terdapat beberapa keunggulan salah satunya dapat
membangun pengetahuan kognitif siswa.
2. Diharapkan
antara pendidik dan peserta didik tetap saling berinteraksi dan berkomunikasi,
ini diperlukan agar tidak terjadi salah pemahaman terhadap materi.
DAFTAR PUSTAKA
Mashudi, dkk. 2013. Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Kontruktivisme. Tulungagung:
STAIN Tulungagung Press
Susanto, Fredy. 2014. Konsep Belajar Konstruktivisme, https://Fredysusanto.wordpress.com/2014/04/01/konsep-belajar-konstruktivisme diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 09.10 WIB
Slavin, Robert. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik.
Jakarta: PT. Indeks
Fathma. 2012. Strategi Konstruktivisme, http://fathma-place.blogspot.co.id/2012/05/12.html
diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 13.00 WIB
Voltaire. 2016. Makalah Model Pembelajaran Konstruktivisme. http://volatire820yahoocom.blogspot.co.id/2016/06/makalah-model-pembelajaran.html
diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 16.00 WIB
Desy Kartika Putri. 2013. Makalah Model pembelajaran Konstruktvisme, https://desykartikaputri.wordpress.com/2013/01/02/makalah-model-pembelajaran-konstruktivisme/
diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 16.15 WIB
http://kumpulanartikelumum.blogspot.co.id/2011/11/strategi-pembelajaran-konstruktivis.html
diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 07.30 WIB
Muchlisin Riadi. 2015. Belajar Mandiri, http://www.kajianpustaka.com/2015/05/belajar-mandiri.html
diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 12.40 WIB
Asmadi Alsa. 2013. Model Pembelajaran Kognitif, http://psikologi.net/model-pembelajaran-kognitif/
diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 13.40 WIB
[1]Voltaire, Makalah Model Pembelajaran Konstruktivisme, http://voltaire820yahoocom.blogspot.co.id/2016/06/makalah-model-pembelajaran.html diakses pada Sabtu, 08 Oktober
2016 16.00 WIB
[2] Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis
Konstruktivisme, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hal 13
[4] Desy Kartika Putri, Makalah Model pembelajaran Konstruktvisme, https://desykartikaputri.wordpress.com/2013/01/02/makalah-model-pembelajaran-konstruktivisme/ diakses pada Sabtu, 08 Oktober
2016 16.15 WIB
[5] http://kumpulanartikelumum.blogspot.co.id/2011/11/strategi-pembelajaran-konstruktivis.html diakses pada Minggu, 09 Oktober
2016 07.18 WIB
[6] Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis
Konstruktivisme, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hal 21-22
[7] Robert Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik,
(Jakarta: PT. Indeks, 2011), hal 4-5
[8] Muchlisin Riadi, Belajar Mandiri, http://www.kajianpustaka.com/2015/05/belajar-mandiri.html diakses pada Minggu, 09 Oktober
2016 12.40 WIB
[9] Fahmi Alimmudin, Model Pembelajaran Generative Learning, http://berbagi-ilmu-ibadah.blogspot.co.id/2013/07/model-pembelajaran-generative-learning.html diakses pada Minggu, 09 Oktober
2016 13.11 WIB
[10] Asmadi Alsa, Model Pembelajaran Kognitif, http://psikologi.net/model-pembelajaran-kognitif/ diakses pada Minggu, 09 Oktober
2016 13.40 WIB
[11] http://kumpulanartikelumum.blogspot.co.id/2011/11/strategi-pembelajaran-konstruktivis.html diakses pada Minggu, 09 Oktober
2016 08.11 WIB
[12] http://kumpulanartikelumum.blogspot.co.id/2011/11/strategi-pembelajaran-konstruktivis.html diakses pada Minggu, 09 Oktober
2016 07.30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar