Minggu, 10 Desember 2017

Makalah: Model Pembelajaran Konstruktivisme


MAKALAH
MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Model Pembelajaran MI/SD

Dosen Pengampu : Hamidah Abdul Shomad, M.Pd.I.


Oleh:
Kelompok 5
  1. Amalia Risyda                                               (17205163343)
  2. Ananda Mita Ufatun Ni’mah                      (17205163287)
  3. Arina Nailil Khusna                                      (17205163354)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
OKTOBER 2016

KATA PENGANTAR



Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas perkenan-Nya tugas penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang berjudul “Model Pembelajaran Konstruktivisme” ini ditulis guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Model Pembelajaran MI/SD.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada:
1.      Dr. Maftukhin, M.Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
2.      Hamidah Abdul Shomad, M.Pd.I. selaku dosen pengampu
3.      Teman-teman dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat dan mendapat ridha dari Allah SWT.

Tulungagung, 09 Oktober 2016

Penulis





DAFTAR ISI
                                                                                                                                                                                                                        
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I :             PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................   1
B.       Rumusan Masalah ...............................................................   2
C.       Tujuan         ..........................................................................   2
D.      Manfaat................................................................................   2

BAB II            :            PEMBAHASAN
A.      Pengertian Model Pembelajaran Konstrktivisme................. 3
B.       Konsep Model Pembelajaran Konstruktivisme.................... 4
C.       Alasan Model Pembelajaran Konstruktivisme..................... 7
D.      Strategi Model Pembelajaran Konstruktivisme.................... 8
E.       Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivisme........... 11
F.        Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Konstruktivisime     13

BAB III :          PENUTUP
A.      Kesimpulan........................................................................... 15
B.       Saran..................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA................................... ....................................................... 16



BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan model pembelajaran ini dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. 
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut agar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, kami tertarik untuk membuat makalah yang bertema model pembelajaran konstruktivisme. Kami berharap bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian model pembelajaran konstruktivisme?
2.      Bagaimana konsep model pembelajaran konsstruktivisme?
3.      Bagaimana alasan pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme?
4.      Bagaimana strategi model pembelajaran konstruktivisme?
5.      Bagaimana implementasi model pembelajaran konstruktivisme dalam dunia pendidikan?
6.      Bagaimana kelebihan dan kekurangan model pembelajaran konstruktivisme?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian model pembelajaran konstruktivisme.
2.      Untuk mengetahui konsep model pembelajaran konstruktivisme.
3.      Untuk mengetahui alasan pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme.
4.      Untuk mengetahui strategi model pembelajaran konstruktivisme.
5.      Untuk mengetahui implementasi model pembelajaran konstruktivisme dalam dunia pendidikan.
6.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran konstruktivisme.

D.    Manfaat
Bagi pendidik, diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam proses pembelajaran semaksimal mungkin agar tercipta pembelajaran yang efektif dan efesien di kelas.
Bagi peserta didik, diharapkan mampu memahami model pembelajaran konstruktivisme yang diterapkan oleh pendidik.
Dan bagi calon pendidik, diharapkan memberikan pembelajaran pada calon pendidik agar mereka mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam proses mengajar setelah menjadi pendidik.
 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme dalam kamus bahasa Indonesia berarti paham atau aliran.[1] Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran yang menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembangan program siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuaannya sendiri.[2]
Teori konstruktivisme lahir dari Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu paham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Pada proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya untuk membina pengetahuan baru.
Briner berpendapat, pembelajaran secara kontruktivisme berlaku dimana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya, mengimplikasikannya pada satu situasi baru mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan mind set yang telah ada.
Selain itu, Bell mengemukakan pendapat bahwa konstruktivisme memandang ketika siswa datang ke kelas membawa persiapan mental dan metakognitif. Artinya, siswa datang ke kelas sudah memiliki konsep awal dari bahan yang akan dipelajari.[3]
Model pembelajaran konstruktivistme adalah salah satu pandangan dari proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran (memperoleh pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif dapat diselesaikan hanya melalui pengetahuan yang akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalaman dari interaksi dengan lingkungan.[4]
Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran konstruktivisme adalah model pembelajaran di mana siswa diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan itu sendiri berdasarkan pengalaman sebelumnya.

B.     Konsep Model Pembelajaran Konstruktivisme
1.      Konstruktivisme Individu
Pandangan ini fokus pada kehidupan manusia, yakni mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengetahuan dan keyakinannya secara individu. Pengetahuan disusun dengan mentransformasikan, mengorganisasi, dan mengeorganisasikan pengetahuan yang sebelumnya. Piaget menekankan pada hal-hal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan yang tidak biasa secara langsung dipelajari dari lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan menghubungkan kognisi atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor penting dalam pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi sosial merupakan mekanisme utama dalam mengubah pikiran.
Piaget mengusulkan tahapan kognitif yang dilakukan oleh semua manusia. Berpikir pada tiap langkah memasukkan tahapan sebelumnya sehingga makin terorganisir dan adaptif. Piaget menjelaskan bagaimana tiap individu mengembangkan schema, yaitu suatu sistem organisasi aksi atau pola pikir yang membuat kita secara mental mencerminkan "berpikir mengenainya". Dua proses diaplikasikan dalam hal ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi kita berusaha memahami hal yang baru dengan mengaplikasikan schema yang ada; sedangkan akomodasi terjadi ketika seseorang harus merubah pola berpikirnya untuk merespon terhadap situasi yang baru. Seseorang melakukan adaptasi dalam situasi yang makin kompleks ini dengan menggunakan schema yang masih bisa dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan menambahkan pada schema-nya sesuatu yang baru karena memang diperlukan (akomodasi).
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadikan faktor guru dalam proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.

2.      Konstruktivisme Sosial
Vygotsky meyakini bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya adalah yang membentuk pengembangan dan pembelajaran individu. Atau dengan kata lain, pengetahuan disusun berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosial budayanya. Penemuan yang terencana, pengajaran, model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan, keyakinan dan pemikiran siswa, mempengaruhi pembelajaran.[5]
Di dalam konsep Vygotsky ada tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang yang disebut scaffolding. Scaffolding berarti memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upaya memecahlan permasalahan, yaitu:
1.      siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
2.      siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
3.      siswa gagal meraih keberhasilan.
Para konstruktivis Vygotsky lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual. Terdapat dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky, yakni[6]:
1.      Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai proses pengindraan terhadap tanda sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan,
2.      Zona of Proximal Develpment (ZPD). Pendidik sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upaya membangun pengetahuan, pengertian, dan kompetensinya.
Dalam interaksi sosial di kelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai memberi bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan masalah tersebut, maka terjadi scaffolding, siswa yang mengalami kesulitan tersebut terbantu oleh teman yang lebih pandai. Ketika guru membantu secukupnya kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka terjadi scaffolding.
Konsep zona of proximal development (ZPD) menurut Vygotsky berdasar pada ide bahwa perkembangan pengetahuan siswa ditentukan oleh dua hal, yaitu apa yang dapat dilakukan oleh siswa sendiri dan apa yang dilakukan oleh siswa ketika mendapat bantuan orang yang lebih dewasa atau teman sebaya yang berkompeten.[7]

C.    Alasan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Alasan seorang pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme yakni disini siswa bisa lebih memahami materi, karena dalam model pembelajaran konstruktivisme siswa akan membangun pengetahuannya sendiri. Jadi, siswa akan lebih paham dengan apa yang mereka pelajari, karena suatu hal yang dipelajari dengan membangun pengetahuan itu sendiri akan lebih mudah melekat dan mudah dipahami.
Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu siswa untuk mandiri dalam kehidupan kognitif siswa, sehingga belajar lebih diarahkan pada proses experimental learning yaitu proses adaptasi manusia berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dalam pengembangan konsep baru. Karenanya titik tekan dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada belajar.
D.    Strategi Model Pembelajaran Kontruktivisme
1.      Belajar Aktif
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif membangun sendiri konsep dan makna melalui berbagai kegiatan. Disini siswa yang harus dituntut aktif bukan guru yang aktif, guru harus kreatif dalam mengelola pembelajaran dan tidak lupa harus kreatif menyiapkan media pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran  sehingga akan didapat suatu pengalaman belajar yang aktif.

2.      Belajar Mandiri
Pengertian belajar mandiri menurut Hiemstra adalah sebagai berikut[8]:
a.    Setiap individu berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan. 
b.    Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran. 
c.    Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain. 
d.   Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransferkan hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain. 
e.    Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi. 
f.     Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif. 
g.    Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri menjadi program yang lebih terbuka (seperti Universitas Terbuka) sebagai alternatif pembelajaran yang bersifat individual dan programprogram inovatif lainnya.

3.      Belajar Kooperatif dan Kolaboratif
Dalam bahasa Indonesia, kata kolaborasi dan kooperasi cenderung diartikan dalam makna yang sama yaitu kerjasama. Kedua konsep pembelajaran ini  memiliki persamaan, yakni:
a.       Menekankan pentingnya pembelajaran aktif
b.      Peran guru sebagai fasilitator
c.       Pembelajaran adalah pengalaman bersama antara  siswa dan guru
d.      Meningkatkan keterampilan kognitif tingkat tinggi
e.       Lebih banyak menekankan tanggungjawab siswa dalam proses belajarnya
f.       Melibatkan situasi yang memungkinkan siswa dapat mengemukakan idenya dalam kelompok kecil.
g.      Membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial dan membangun tim.

4.      Generative Learning
Model pembelajaran generatif (generative learning model) pertama kali diperkenalkan oleh Osborne dan Cosgrove. Pembelajaran generatif terdiri atas empat tahap yaitu[9]:
a.       Pendahuluan atau disebut eksplorasi
Tahap pertama yaitu tahap eksplorasi yang disebut juga tahap pendahuluan. Pada tahap eksplorasi guru membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi tahap pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat kelas sebelumnya. Untuk mendorong siswa agar mampu melakukan eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa beberapa aktivitas/tugas-tugas seperti melalui demonstrasi/penelusuran terhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukkan data dan fakta yang terkait dengan konsepsi yang akan dipelajari.
b.    Pemfokusan
Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep. Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian melalui kegiatan laboratorium atau dalam model pembelajaran yang lain. Pada tahap ini guru bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber, memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian para siswa dapat melakukan proses sains.
c.           Tantangan atau tahap pengenalan konsep
Tahap ketiga yaitu tahap tantangan disebut juga tahap pengenalan konsep. Setelah siswa memperoleh data selanjutnya menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja. Para siswa diminta mempersentasikan temuannya melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi proses tukar pengalaman di antara siswa.

d.      Penerapan konsep
Tahap keempat adalah tahap penerapan. Pada tahap ini, siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian tugas rumah atau tugas proyek yang dikerjakan siswa di luar jam pertemuan merupakan bentuk penerapan yang baik untuk dilakukan. Pada tahap ini siswa perlu diberi banyak latihan-latihan soal.

5.      Model Pembelajaran Kognitif
Model pembelajaran kognitif yang sangat berpengaruh adalah Discovery Learning yang dikemukakan oleh Jerome Bruner. Menurutnya peran guru adalah menciptakan situasi belajar sedemikian rupa agar siswa dapat belajar berdasarkan apa yang mereka miliki, bukan memberikan paket informasi.
Untuk mendapatan pengetahuan siswa harus dapat berperan sebagai sejarawan, yaitu mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan, karena menurut Bruner pengetahuan adalah suatu proses dan buksn suatu produk.
Bruner mengusulkan seharusnya siswa belajar dengan terlibat secara aktif dengan konsep-konsep atau prinsip-prinsip, dimana mereka harus didorong memiliki pengalaman-pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan sendiri konsep dan prinsip-prinsip tersebut.[10]


E.     Implementasi Model Pembelajaran Kontruktivisme
1.      Discovery Learning
Dalam model ini, siswa didorong untuk belajar sendiri, belajar aktif melalui konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru sebagai motivatornya. Discovery learning lebih mengarah dalam kegiatan sepertti praktikum. Langkah-lagkah dalam discovery learning antara lain.
a.       Pertama, guru mengidentifikasi kurikulum. Selanjutnya memandu pertanyaan, menyuguhkan teka-teki, dan menguraikan berbagai permasalahan.
b.      Kedua, pertanyaan yang fokus harus dipilih untuk memandu siswa ke arah pemahaman yang bermakna. Siswa lalu memformulasikan jawaban sementara (hipotesis).
c.       Ketiga, mengumpulkan data dari berbagai sumber yang relevan, dan menguji hipotesis.
d.      Keempat, siswa membentuk konsep dan prinsip.
e.       Kelima, guru memandu proses berfikir dan diskusi siswa, untuk mengambil keputusan.
f.       Keenam, merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan masalah.
Proses ini mengajarkan siswa untuk memahami isi dan proses dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, siswa belajar menyelesaikan masalah, mengevaluasi solusi, dan berfikir logis.

2.      Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam model ini, siswa dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk mereka. Persoalan sesungguhnya dari pembelajaran berbasis masalah adalah menyangkut masalah nyata, aksi siswa, dan kolaborasi diantara mereka untuk menyelesaikan masalah. Langkah-langkah pada pembelajaran berbasis masalah antara lain.
a.       Pertama, guru memotivasi diri siswa, dan mengarahkannya kepada permasalahan.
b.      Kedua, guru membantu siswa dengan memberi petunjuk tentang literatur yang terkait masalah, dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membuat kelompok kerja.
c.       Ketiga, guru menyemangati siswa untuk mencari lebih banyak literatur, melakukan percobaan, membuat penjelasan untuk menemukan solusi. Setelah itu, secara mandiri, kelompok kerja siswa melakukan penyelidikkan.
d.      Keempat, kelompok kerja siswa mempresentasikan hasil temuannya, baik itu berupa laporan, video, model, dan dibantu guru dalam mendiskusikannya.
e.       Kelima, kelompok kerja siswa menganalisis, dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Pada bagian ini pula, guru membantu siswa dalam merefleksikannya.
Pada model ini, guru dan siswa bersama-sama dalam proses, sesuai dengan porsinya. Mereka bersama-sama untuk mengkaji, membaca, menulis, meneliti, berbicara, guna menuju pada penyelesaian masalah selayaknya dalam kehidupan yang nyata.[11]

F.     Kelebihan dan Kekurangan
Berikut ini keunggulan penggunaan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu[12]:
a.       model pembelajaran ini dapat membangun pengetahuan kognitif siswa.
b.      pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
c.       pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
d.      pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
e.       pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

Dalam model pembelajaran konstruktivisme memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan bagi pendidik antara lain salah pemahaman terhadap materi. Ketika peserta didik diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan sendiri tidak menutup kemungkinan bahwa pengetahuan yang dibangun tersebut semua akan benar atau semua akan salah. Jadi, sebagai pendidik meskipun peserta didik diberi kesempatan membangun pengetahuan sendiri, pendidik juga harus tetap mengawasi dan mendampingi peserta didik agar tidak terjadi kesalahpahaman materi.
Kesalahpahaman materi ini akan berdampak buruk baik bagi peserta didik, pendidik, maupun instansi terkait. Karena suatu ilmu dan pengetahuan jika dari awal sudah salah maka kedepannya akan salah pula. Maka dari itu sebagai pendidik harus tetap mendampingi peserta didik.



BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan dari proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran (memperoleh pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif.
2.      Ada dua konsep model pembelajaran konstruktivisme, yakni konstruktivisme individu (Piaget) dan konstruktivisme sosial (Vygotsky)
3.      Alasan seorang pendidik menggunakan model pembelajaran konstruktivisme yakni disini siswa bisa lebih memahami materi.
4.       Ada lima strategi dalam pembelajaran konstruktivisme, antara lain; belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning, dan model pembelajaran kognitif.
5.      Implementasi model pembelajaran konstruktivisme bisa menggunakan discovery learning dan pembelajaran berbasis masalah.
6.      Dalam model pembelajaran ini terdapat kelebihan dan kekurangan.

B.     Saran
1.   Diharapkan pendidik mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran karena model pembelajaran ini terdapat beberapa keunggulan salah satunya dapat membangun pengetahuan kognitif siswa.
2.      Diharapkan antara pendidik dan peserta didik tetap saling berinteraksi dan berkomunikasi, ini diperlukan agar tidak terjadi salah pemahaman terhadap materi.

DAFTAR PUSTAKA

Mashudi, dkk. 2013. Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Kontruktivisme. Tulungagung: STAIN Tulungagung Press
Susanto, Fredy. 2014. Konsep Belajar Konstruktivisme, https://Fredysusanto.wordpress.com/2014/04/01/konsep-belajar-konstruktivisme  diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 09.10 WIB
Slavin, Robert. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks
Fathma. 2012. Strategi Konstruktivisme, http://fathma-place.blogspot.co.id/2012/05/12.html diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 13.00 WIB
Voltaire. 2016. Makalah Model Pembelajaran Konstruktivisme. http://volatire820yahoocom.blogspot.co.id/2016/06/makalah-model-pembelajaran.html diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 16.00 WIB
Desy Kartika Putri. 2013. Makalah Model pembelajaran Konstruktvisme, https://desykartikaputri.wordpress.com/2013/01/02/makalah-model-pembelajaran-konstruktivisme/ diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 16.15 WIB
Muchlisin Riadi. 2015. Belajar Mandiri, http://www.kajianpustaka.com/2015/05/belajar-mandiri.html diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 12.40 WIB
Asmadi Alsa. 2013. Model Pembelajaran Kognitif, http://psikologi.net/model-pembelajaran-kognitif/ diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 13.40 WIB

 






[1]Voltaire, Makalah Model Pembelajaran Konstruktivisme, http://voltaire820yahoocom.blogspot.co.id/2016/06/makalah-model-pembelajaran.html diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 16.00 WIB
[2] Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivisme, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hal 13
[3] Ibid., hal. 16
[4] Desy Kartika Putri, Makalah Model pembelajaran Konstruktvisme, https://desykartikaputri.wordpress.com/2013/01/02/makalah-model-pembelajaran-konstruktivisme/ diakses pada Sabtu, 08 Oktober 2016 16.15 WIB
[6] Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivisme, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hal 21-22
[7] Robert Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), hal 4-5
[8] Muchlisin Riadi, Belajar Mandiri, http://www.kajianpustaka.com/2015/05/belajar-mandiri.html diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 12.40 WIB
[9] Fahmi Alimmudin, Model Pembelajaran Generative Learning, http://berbagi-ilmu-ibadah.blogspot.co.id/2013/07/model-pembelajaran-generative-learning.html diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 13.11 WIB
[10] Asmadi Alsa, Model Pembelajaran Kognitif, http://psikologi.net/model-pembelajaran-kognitif/ diakses pada Minggu, 09 Oktober 2016 13.40 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar