MAKALAH
PERKEMBANGAN FISIK DAN KOGNITIF PESERTA DIDIK
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu :
Mirna Wahyu Agustina, M.Psi
Oleh kelompok
3 :
1. Ananda Mita Ufatun Ni’mah (17205163287)
2. Anita Dewi Juariah (17205163014)
4. Arina Manasikana (17205163237)
JURUSAN
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
Februari 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan fisik merupakan salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang sangat penting dan mempengaruhi aspek-aspek
perkembangan lainnya. Selain perkembangan fisik, perkembangan kognitif juga
mempengaruhi keberhasilan peserta didik dan berkaitan langsung dengan proses
pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut, kami tertarik membuat
makalah yang bertema perkembangan fisik dan kognitif peserta didik. Kami
berharap dengan bekal pemahaman tersebut, pendidik akan memberikan layanan
pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
peserta didik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana hakikat perkembangan fisik?
2.
Bagaimana hakikat perkembangan kognititf?
3.
Bagaimana hakikat perkembangan proses kognitif?
4.
Bagaimana hakikat perkembangan keterampilan
kognitif?
C.
Tujuan
1.
Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan
fisik.
2.
Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan
kognititf.
3.
Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan
proses kognitif.
4.
Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan
keterampilan kognitif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Fisik
1.
Perkembangan
Motorik Anak Usia Sekolah Dasar
Pada usia
sekolah, perkembangan motorik anak lebih halus, lebih sempurna, dan
terkoordinasi dengan baik, seiring dengan bertambahnya berat dan kekuatan badan
anak. Anak-anak terlihat sudah mampu mengontrol dan mengoordinasikan gerakan
anggota tubuhnya seperti tangan dan kaki dengan baik. Otot-otot tangan dan
kakinya sudah mulai kuat, sehingga berbagai aktivitas fisik seperti menendang,
melompat, melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan secara lebih akurat
dan cepat. Disamping itu, anak juga makin mampu menjaga keseimbangan badannya.
Penguasaan badan, seperti membongkok, melakukan bermacam-macam latihan senam
serta aktivitas olah raga.
Sejak usia 6
tahun, koordinasi antara mata dan tangan (visio-motorik) yang dibutuhkan untuk
membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Pada usia 7 tahun,
tangan anak semakin kuat dan ia lebih menyukai pensil daripada krayon untuk
melukis. Koordinasi motorik halus berkembang, di mana anak sudah dapat menulis
dengan baik. Ukuran huruf menjadi lebih kecil dan rata. Usia 10 hingga 12
tahun, anak-anak mulai memperlihatkan keterampilan-keterampilan manipulatif
menyerupai kemampuan-kemampuan orang dewasa.
Untuk
memperhalus keterampilan-keterampilan motorik mereka, anak-anak terus melakukan
berbagai aktivitas fisik. Aktivitas fisik ini dilakukan dalam bentuk permainan
yang bersifat formal maupun informal.
Anak-anak usia
sekolah ini mengembangkan kemampuan untuk melakukan permainan (game) dengan peraturan, sebab mereka
sudah dapat memahami dan menaati aturan-aturan dari suatu permainan.[1]
2.
Masa
Pubertas
Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana
kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat terutama pada awal masa
remaja. Kematangan seksual merupakan suatu rangkaian dari perubahan-perubahan
yang terjadi pada masa remaja, yang ditandai dengan perubahan pada ciri-ciri
seks primer dan ciri-ciri seks sekunder.[2]
Bukan hanya itu pada masa pubertas juga terjadi perubahan dalam perkembangan
seorang anak, baik dalam pertumbuhan atau perkembangan fisik, kognitif, maupun
dalam perkembangan psikososial anak. Ketika seorang anak mengalami pubertas,
berarti dia dianggap sudah memasuki masa remaja, yakni masa transisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa.
Waktu datangnya
masa pubertas tidak dapat diketahui secara pasti. Ada anak-anak yang memulai
masa pubertasnya pada usia yang lebih awal ada pula yang lebih belakangan.
Biasanya, anak perempuan mulai memasuki masa pubertas lebih awal 2 tahun
dibandingkan dengan anak laki-laki. Menurut sejumlah ahli perkembangan, pada
anak perempuan pubertas terjadi sekitar usia 10 tahun, sedangkan pada anak
laki-laki terjadi pada usia sekitar 12 tahun.[3]
3.
Perkembangan
Otak
Otak adalah
sebuah sistem biologis manusia yang sengaja diciptakan Allah Swt. Untuk
mengindra dunia dan sekaligus memberikan berbagai tanggapan terhadapnya. Otak
ada untuk mengoptimalkan perilaku, sehingga tubuh mampu menghadapi tantangan
dan kesempatan yang datang setiap saat. Tak satu pun organ atau sel dalam tubuh
kita yang lepas dari jangkauan otak. Karena otak merupakan sentral dari semua
aktivitas manusia, baik aktivitas organ yang ada di dalam maupun aktivitas
pancaindra yang ada di luar, maka perkembangan otak jelas mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap semua aspek perkembangan lain.
Sama halnya
dengan aspek-aspek perkembangan lainnya, perkembangan otak juga dipengaruhi
oleh interaksi hereditas dan lingkungan. Perkembangan otak mulai terjadi sejak
masa parental, yakni kira-kira 25 hari setelah konsepsi. Pada masa awal
perkembangan ini otak terlihat baru seperti sebuah tabung yang tidak rata dan
sangat halus. Tabung-tabung halus ini berisi sel-sel dan kemudian membentuk
kantong-kantong atau ruang-ruang. Ruang-ruang terbagi menjadi tiga ruang yang
menjadi forebrain (otak depan), midbrain (otak tengah), dan hindbrain (otak belakang).
Sekitar usia 5
hingga 20 minggu dari perkembangan janin dalam kandungan, bagian dalam dari
ruang-ruang otak ini mulai memproduksi sel-sel neuron. Sel-sel neuron ini
bertanggung jawab mentransmisikan informasi dan membuat manusia mampu berpikir
secara cerdas. Karena dibawa oleh berbagai zat kimia, neuron-neuron ini pindah
ke ruang khusus. Di ruang khusus ini, neuron-neuronn dipertahankan dan disokong
oleh sel glial sehingga ia menjadi kukuh dan kuat. Sel glial adalah sel khusus
yang mengelilingi sel neuron yang merupakan unit dasar otak yang dapat
ditingkatkan melalui berbagai stimulus yang menambah aktivitas antara sel
neuron dan memungkinkan akselerasi proses berpikir. Segera setelah ia sampai di
rang khusus ini, neuron-neuron ini membentuk serabut saraf, yang dikenal dengan
dendrit dan akson guna menjalin hubungan satu sama lain.
Jumlah sel-sel
neuron ini akan semakin bertambah banyak seiring dengan terbentuknya
hubungan-hubungan baru akibat dari masuknya informasi ke dalam otak. Ketika
sebuah informasi masuk, maka segera terjadi kontak dan hubungan antarsel saraf.
Informasi kemudian berkesinambungan terus. Jika jalinan itu didukung oleh
komponen yang bernama myelin, maka
jalinan itu akan kuat dan bertahan lama. Myelin
berhubungan dengan daya ingat seseorang. Semakin sering seseorang mengulang
informasi yang masuk, maka semakin tegas myelination.
Jadi yang dimaksud
myelination adalah suatu proses di
mana sel-sel urat saraf ditutup dan dibungkus dengan suatu lapisan sel-sel
lemak. Proses pembungkusn sel-sel urat saraf ini berdampak pada peningkatan
kecepatan informasi yang bergerak melalui sistem urat saraf. Proses myelination ini berlangsung pada
tahun-tahun pertama. Dalam proses ini yang terjadi pada masa pranetal ini,
neuron-neuron berperan penting dalam mengembangkan kecakapan-kecakapan dasar
bagi kelangsungan hidup pada periode prenatal, mengembangkan
keterampilan-keterampilan motorik, serta proses berpikir. Meskipun proses myelination ini lebih terlihat pada masa
prenatal, tetapi perkembangannya terus berlanjut pada masa anak-anak, remaja,
dan dewasa awal.
Dengan demikian, selama masa prenatal otak mengalami
perkembangan yang sangat cepat, terutama dalam hal jumlah dan ukuran sel saraf.
Perkembangan otak dalam masa prenatal ini snagat menentukan perkembangan anak
selanjutnya setelah ia lahir. Hal ini karena pada masa prenatal ini, janin
sudah dilengkapi dengan semua sel saraf (neuron)
yang akan dimiliki disepanjang kehidupannya. Dengan kelengkapan sel-sel saraf ini,
maka bayi yang baru lahir sudah siap menjalankan tugas-tugas untuk kelangsungan
hidup, seperti bernapas, menyusu, menelan, menangis, dan membentuk
hubungan-hubungan sederhana. Meskipun demikian, pada saat lahir dan pada masa
awal bayi keterkaitan antarsel saraf ini masih lemah.
Ketika dilahirkan, otak bayi memiliki 10 miliar
neuron. Neuron-neuron ini kemudian membentuk ribuan sambungan antarneuron yang
disebut dendrit, yang mirip sarang laba-laba, dan akson yang berbentuk
memanjang. Dendrit ini mengalami perkembangan yang dramatis sejak saat lahir
hingga bayi berusia 2 tahun. Perkembngan dendrit ini menyebabkan keterkaitan
antarneuron juga semakin meningkat. Semakin banyak informasi yang masuk,
dendrit yang terbentuk semakin banyak. Perkembangan dendrit sejak kelahiran
dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan dan gerakan-gerakan dari anak itu
sendiri.
Meskipun otak terus berkembang pada masa anak-anak,
perkembangannya tidak sepesat pada masa bayi. Ketika anak-anak mencapai usia 3
tahun, ukuran otaknya adalah tiga perempat otak orang dewasa. Pada usia 5 atau
6 hingga 7 tahun, ukuran otak anak telah mencapai dua pertiga otak orang
dewasa, tetapi memiliki 5-7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada
otak anak usia 18 bulan atau orang dewasa. Sampai usia 8 tahun, ukurann otak
anak sudah dapat dikatakan sempurna, tetapi cara kerjanya secara terperinci di
dalam otak masih memerlukan waktu untuk berkembang penuh.
Pada usia sekolah dan remaja, perkembangan otak banyak
terjadi pada wilayah korteks, suatu wilayah otak di mana anak dapat mengontrol
tingah lakunya sendiri. Selama masa usia sekolah, korteks mengalami
perkembangan puncak dan terus diperbaiki dalam masa remaja.
Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi
reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe
(belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam
aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan
strategis atau kemampuan mengambil keputusan.
Pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki
kemampuan berpikir simbolik – Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin
berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan
eksistensi.[4]
4.
Implikasi
Perkembangan Otak terhadap Pendidikan
Otak anak memang mempunyai kemampuan besar untuk
menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti pada usia
10-11 tahun jika tidak dikembangkan dan digunakan. Oleh sebab itu, untuk terus
meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif anak, proses pematangan otak harus
diiringi dengan peluang-peluang untuk mengalami suatu dunia yang makin luas.
Dalam hal ini, pendidikan harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada
peserta didik untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang memungkinkan
otaknya berkembang.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, proses
pembelajaran seharusnya lebih mendorong anak untuk mencari dan meneliti apa
yang dikehendakinya, baik di museum, rumah dan sekolah, di buku-buku, majalah
dan gambar, serta di alam sekitarnya, sehingga ia memperoleh apa yang
dikehendakinya. Pembelajaran seperti ini akan mendorong anak untuk berpikir,
mengamati, merenungkan dan menemukan secara kreatif.
Sebaliknya, proses pembelajaran harus jauh dari upaya
menjejalkan pengetahuan ke dalam otak ana. Penjejalan pengetahuan secara
berlebihan justru akan mengganggu pemahaman dan melelahkan otak anak. Menjejali
otak anak dengan sejumlah besar informasi dan pengetahuan malah akan mematikan
kecerdasan. “Otak adalah mata air yang seharusnya dialirkan secara
berangsur-angsur, bukan wadah yang harus langsung diisi penuh” demikian kata
Gabriel Camyer. Bahkan Mahmud Mahdi Al-Istanbuli mengatakan “Otak yang bagus
bukanlah otak yang penuh sesak, tetapi otak yang sehat”. Oleh karena itu, pendidikan
seharusnya merupakan upaya mengembangkan segala potensi anak, melatih
pengamatan dan pengambilan keputusan, merangsang pemikiran dan imajinasi,
memperdalam pemahaman dan memperkuat konsentrasi.[5]
B.
Perkembangan
Kognitif Peserta Didik
1.
Pengertian
Perkembangan Kognitif
Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan
oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan
dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa
depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai,
dan memikirkan lingkungannya.
Kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan
anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan
pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan
anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu
menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan
lingkungan sehari-hari.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkembangan
kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan
dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan
dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.[6]
2.
Perkembangan
Kognitif Menurut Piaget[7]
Melalui serangkaian wawancara dan pengamatan yang
seksama terhadap anaknya, Piaget meyakini bahwa anak membangun secara aktif
dunia kognitif mereka sendiri. Anak tidak pasif menerima informasi, melainkan
berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas.
Piaget juga meyakini bahwa pemikiran seorang anak
berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa
dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari tekanan
biologis untuk menyesuaikan dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi)
serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Tahap-tahap pemikiran ini
secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Tahap-tahap perkembangan
pemikiran ini dibedakan Piaget atas empat tahap yaitu:
a.
Tahap Sensormotor (usia 0-2 tahun)
Bayi
bergerak dari tindakan refleks instinktif pda saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
b.
Tahap Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Anak
mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan
gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.
c.
Tahap Konkret-operasional (usia 7-11 tahun)
Pada
saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
d.
Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun –
dewasa)
Remaja
berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.
Menurut Piaget, perkembangan
dari masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan
tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut teori tahapan Piaget, setiap
individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invarian,
selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-perubahan kualitatif ini
terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta
adanya pengorganisasian struktur berpikir. Dari sudut biologis, Piaget melihat
adanya sistem yang mengatur dari dalam, sehingga organisme mempunyai sistem
pencernaan, peredaran darah, sistem pernapasan, dan lain-lain. Hal yang sama
juga terjadi pada sistem kognisi, di mana adanya sistem yang mengatur dari
dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Untuk menunjukkan struktur
kognitif yang mendasri pola-pola tingkah laku tang terorganisasi, Piaget
menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen ini
berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalui diorganisasi dan
diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
3.
Karakteristik
Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a.
Usia Sekolah Dasar
Mengacu
pada teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar masuk dalam
tahap pemikiran operasional konkrit (concrete
operational thought), yaitu masa di mana aktivitas mental anak terfokus
pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya.
Ini
berarti bahwa anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk berpikir
melalui urutan sebab-akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang bisa
ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Pada masa ini anak
sudah mengembangkan pikiran logis. Ia mulai mampu memahami operasi dalam
sejumlah konsep, seperti 5x6=30; 30:6=5
Menurut
Piaget, anak-anak pada masa konkret operasional ini telah mampu menyadari
konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang
berbeda secara serempak. Hal ini adalah karena pada masa ini anak telah
mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu:
negasi, resiprokasi, dan identitas.[8]
b.
Negasi (negation)
Pada
masa pra-operasional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari
deretan benda, yaitu pada mulanya keadaannya sama dan pada akhirnya keadaannya
menjadi tidak sama. Anak tidak melihat apa yang terjadi di antaranya. Tetapi,
pada masa konkret operasional, anak memahami proses apa yang terjadi di antara
kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya. Pada deretan
benda-benda, anak bisa melalui kegiatan mentalnya-mengembalikan atau
membatalkan perubahan yang terjadi sehingga bisa menjawab bahwa jumlah
benda-benda adalah tetap sama.
c.
Hubungan Timbal Balik (resiprokasi)
Ketika
anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui
bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi
dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik
antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih
rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan
itu sama.
d.
Identitas
Anak
pada masa konkret operasional sudah bisa mengenal satu per satu benda-benda
yang ada pada deretan-deretan itu. Anak bisa menghitung sehingga
meskipunbenda-benda dipindahkan, anak dapat mengetahui bahwa jumlahnya akan
tetap sama.
e.
Remaja (SMP dan SMA)
Kemampuan-kemampuan
kognitif semakin berkembang hingga anak memasuki tahap pemikiran operasional
formal, yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia
kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa
tenang atau dewasa.
Secara
umum karakteristik pemikiran remaja pada tahap operasional formal ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Dengan
demikian, terlihat betapa remaja yang sudah mencapai tahap operasi formal telah
mampu melakukan penalaran hipotesis-deduktif. Mereka mampu mengembangkan
hipotesis dan mendesain eksperimen untuk membuktikannya. Mereka mempertimbangkan
semua hubungan yang dapat dibayangkannya dan meneliti semuanya secara
sistematis, satu per satu, untuk menemukan kebenaran.
4.
Implikasi
Teori Perkembangan Kognitif Piaget terhadap Pendidikan
Teori Piaget memberikan pengaruh yang sangat besar
serta acuan penting dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Banyak guru
mendapatkan inspirasi dari teori Piaget dalam mendesain kurikulum dan memilih
strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta
didiknya.
Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod menyebutkan
beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru di sekolah, yaitu:
a.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik
melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam.
b.
Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.
c.
Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi
acuan dalam menginterprasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana
pelajaran.
d.
Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga
memberikan petunjuk bagi para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang
lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
e. Merancang
aktivitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa
lan.
C.
Perkembangan Proses Kognitif[9]
1.
Perkembangan memori
Selama
usia sekolah anak-anak menunjukkan perubahan-perubahan penting dalam mengingat
informasi. Selama masa awal kanak-kanak, memori jangka pendek mereka telah
berkembang dengan baik. Namun, setelah anak berusia 7 tahun tidak terlihat
adanya peningkatan yang berarti. Cara-cara mereka memproses informasi
menunjukkan keterbatasan-keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Berbeda
halnya dengan memori jangka panjang, terlihat adanya peningkatan seiring dengan
penambahan usia selama masa usia sekolah.
Dalam
suatu studi tentang perkembangan memori, dilaporkan bahwa rentang memori
meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia. Pada usia 2 tahun anak hanya
dapat mengingat 2 digit, pada usia 7 tahun anak mengingat 5 digit dan pada usia
12 tahun anak mengingat 7 digit. Meskipun selama periode usia sekolah tidak
terjadi peningkatan yang berarti dalam memori jangka panjang, selama periode
ini mereka berusaha mengurangi keterbatasan dengan menggunakan strategi memori.
Berikut dua strategi memori yang penting :
a.
Imagery (perbandingan), merupakan salah satu strategi
memori yang berkembang selama masa pertengahan dan akhir anak-anak.
b.
Retrieval (pemunculan kembali), merupakan strategi memori
yang banyak digunakan oleh orang dewasa.
Perlu
juga dipahami bahwa disamping strategi-strategi memori di atas, juga terdapat
hal-hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat-sifat
anak (termasuk sikap, motivasi, dan kesehatan), serta pengetahuan yang telah
diperoleh anak sebelumnya.
2.
Perkembangan Atensi
Menurut
Parkin atensi atau perhatian merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam
sistem kognitif. Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi. Meskipun
atensi bayi memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kognitif selama
tahun-tahun prasekolah, kemampuan anak untuk memusatkan perhatian berubah
secara signifikan pada masa itu. Kekurangan atensi selama tahun prasekolah
menyangkut dimensi yang lebih menonjol dibandingkan dengan dimensi yang relevan
untuk memecahkan masalah, atau mengerjakan tugas dengan baik.
John
Flavel mendeskripsikan empat aspek atensi yang berkembang seiring dengan
bertambah besarnya anak, yaitu :
a.
Ketika anak-anak tumbuh semakin besar, ia lebih
mampu mengendalikan atensinya.
b.
Seiring dengan perkembangannya, anak-anak
menjadi lebih baik dalam menyesuaikan kemampuan atensinya dengan tugas.
c.
Anak-anak mengembangkan kemampuannya untuk
merencanakan bagaimana ia akan mengarahkan atensinya.
d.
Anak-anak mengembangkan kemampuan mereka untuk
memonitor atensinya.
3.
Implikasi Perkembangan Proses Kognitif terhadap
Pendidikan
Dalam
perspektif pemrosesan informasi, pembelajaran dipandang sebagai proses
memasukkan informasi ke dalam memori, mempertahankan, kemudian mengungkapkannya
kembali untuk tujuan tertentu di kemudian hari. Bagaimana peserta didik
menyimpan dan menyebarkan informasi, bagaimana ia mengambil kembali informasi
untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas belajar yang kompleks, jelas menuntut
adanya keterampilan kognitif, seperti persepsi, atensi, dan memori. Dalam hal
ini, guru lebih dipandang sebagai pembimbing kognitif sehingga peserta didik
mampu mengembangkan proses-proses kognitifnya untuk memahami tugas akademiknya.
Berikut
strategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik mengembangkan
proses kognitifnya :
a.
Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian
dan meminimalkan gangguan.
b.
Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada
suara yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting.
c.
Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau
petunjuk sendiri atau memahami satu
kalimat yang perlu mereka perhatikan.
d.
Gunakan komentar instruksional
e.
Buat pembelajaran menjadi menarik
f.
Gunakan media dan teknologi secara efektif
sebagai bagian dari pengajaran di kelas.
g.
Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat
proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan, dan
meningkatkan perhatian.
h.
Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata
ruang, model tempat duduk, atau berpindah pada satu setting berbeda.
i.
Hindari perilaku yang membingungkan
j.
Dorong peserta didik untuk mengingat materi
pembelajaran secara lebih mendalam, bukan mengingat sepintas lalu.
D.
Perkembangan Keterampilan Kognitif[10]
1. Perkembangan metakognitif
Kemampuan metakognitif untuk memonitor kemajuan
sendiri dan menggunakan strategi yang berbeda untuk belajar dan mengingat,
mengalami perkembangan sesuai dengan pertambahan usia. Secara umum, pengetahuan
metakognitif mulai berkembang pada usia 5-7 tahun, dan terus berkembang selama
usia sekolah, masa remaja, bahkan sampai dewasa. Penelitian Flavel tentang
metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Flavel menunjukkan bahwa
anak-anak yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan
atau terpisah dengan dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek dan
peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menengahi
interpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami.
2.
Perkembangan Strategi Kognitif
Strategi
kognitif berkembang dalam waktu yang cukup lama. Berikut ini akan dikemukakan
oleh sejumlah ahli psikologi, yaitu rehearsal, elaboration, dan organizational.
Rehearsal
(pengulangan), adalah salah satu strategi belajar kognitif yang digunakan
peserta didik dengan cara mengulangi berkali-kali materi pelajaran atau
informasi yang disajikan. Strategi reheasal jarang digunakan oleh anak-anak
prasekolah atau TK. Strategi ini lebih banyak dan efektif digunakan oleh siswa
sekolah dasar.
Organization
(Organisasi),
merupakan strategi belajar kognitif yang banyak digunakan oleh peserta didik.
Strategi organisasi ini meliputi tingkah laku seperti : menyeleksi ide-ide
pokok dari teks, menyusun garis-garis besar teks atau materi yang dipelajari,
dan menggunakan secara bervariasi teknik-teknik tertentu untuk menyeleksi dan
mengorganisasi ide-ide dalam teks atau materi. Strategi organisasi ini biasanya
digunakan oleh anak-anak yang lebih besar.
Elaboration
(perluasan
atau perincian) juga merupakan salah satu strategi belajar kognitif yang
digunakan oleh peserta didik. Menurut Suharman, elaborasi melibatkan proses
pemerkayaan (penambahan) makna informasi. Strategi kognitif elaborasi sudah mulai
berkembang sejak awal anak-anak masuk TK.
3.
Implikasi Perkembangan Ketrampilan Kognitif
terhadap Pendidikan
Kemampuan
metakognisi dan strategi kognitif ini merupakan kemampuan yang dipelajari dan
dapat dikembangkan. Ini berarti bahwa perkembangan metakognisi dan strategi
kognitif memberikan beberapa implikasi bagi pendidikan. Dalam uraian berikut
beberapa upaya yang harus dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan
metakognisi dan strategi peserta didik.
a.
Guru harus mengajarkan dan menganjurkan kepada
peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok
usia mereka.
b.
Memberikan pelatihan tentang strategi belajar.
4.
Perkembangan Pemikiran Kritis
Sebagai
salah satu aspek penting dari perkembangan kognitif, perkembangan pemikiran
kritis ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan
lingkungannya. Pengalaman-pengalaman fisik memiliki arti penting bagi
terjadinya perubahan perkembangan. Demikian juga dengan interaksi sosial,
sangat berperan dalam mengembangkan pemikiran anak sehingga pada akhirnya
mereka dapat berfikir secara lebih kritis dan logis.
Menurut
Santrock untuk berpikir secara kritis dalam memecahkan setiap permasalahan atau
untuk mempelajari sejumlah pengetahuan baru, anak-anak harus mengambil peran
aktif dalam belajar.
5.
Perkembangan Pemikiran Kritis dan Implikasinya
terhadap Pendidikan
Santrock mengajukan beberapa pedoman bagi guru
dalam membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir kritis, yaitu
:
1.
Guru harus berperan sebagai pemandu siswa dalam
menyusun pemikiran sendiri.
2.
Menggunakan pertanyaan yang berbasis pemikiran.
3.
Bangkitkan rasa ingin tahu intelektual siswa.
4.
Libatkan siswa dalam perencanaan dan strategi.
5.
Beri siswa model peran pemikir yang positif dan
kritis.
6.
Guru harus mampu menjadi model peran pemikir
yang positif bagi siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Perkembangan
fisik yang terdiri dari perkembangan motorik anak, masa pubertas, perkembangan
otak, dan impiklasi perkembangan otak terhadap pendidikan memiliki arti penting
dan mempengaruhi pendidikan.
2. Perkembangan
kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan
dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
3. Perkembangan
proses kognitif adalah proses memori dan proses berpikir. Anak-anak secara
bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya
secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang
kompleks.
4. Perkembangan
keterampilan kognitif meliputi perkembangan metakognitif, perkembangan strategi
kognitif, implikasi perkembangan ketrampilan kognitif terhadap pendidikan,
perkembangan pemikiran kritis, perkembangan pemikiran kritis dan implikasinya
terhadap pendidikan.
B.
Saran
Untuk pendidik dan calon peserta didik diharapkan dengan
bekal pemahaman tersebut mampu memberikan layanan pendidikan dan melakukan
proses pembelajaran dengan baik sesuai kemampuan fisik maupun kognitif peserta
didik.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita.
2009. Psikologi Perkembangan Peserta
Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Desmita. 2005. Psikologi
Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya
[1]
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta
Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), hlm. 79-80
[2]
Desmita, Psikologi Perkembangan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya,2005), hlm. 192
[3]
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta
Didik.., hlm. 81-82
[4]
Ibid., hlm. 89-94
[5]
Ibid., hlm. 95
[6]
Ibid.,hlm. 96-98
[7]
Ibid.,hlm. 98-101
[8]
Ibid.,hlm. 104
[9]
Ibid., hlm.115-130
[10]
Ibid., hlm.131-162
Tidak ada komentar:
Posting Komentar