Minggu, 10 Desember 2017

Makalah: Perkembangan Fisik dan Kognitif Peserta Didik



MAKALAH
PERKEMBANGAN FISIK DAN KOGNITIF PESERTA DIDIK
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu :
Mirna Wahyu Agustina, M.Psi

Oleh kelompok 3 :
1.      Ananda Mita Ufatun Ni’mah                   (17205163287)
2.      Anita Dewi Juariah                                   (17205163014)
3.      Adelia Hana Nafisha                                (17205163303)
4.      Arina Manasikana                                     (17205163237)


JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
Februari  2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan fisik merupakan salah satu aspek perkembangan peserta didik yang sangat penting dan mempengaruhi aspek-aspek perkembangan lainnya. Selain perkembangan fisik, perkembangan kognitif juga mempengaruhi keberhasilan peserta didik dan berkaitan langsung dengan proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut, kami tertarik membuat makalah yang bertema perkembangan fisik dan kognitif peserta didik. Kami berharap dengan bekal pemahaman tersebut, pendidik akan memberikan layanan pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana hakikat perkembangan fisik?
2.         Bagaimana hakikat perkembangan kognititf?
3.         Bagaimana hakikat perkembangan proses kognitif?
4.         Bagaimana hakikat perkembangan keterampilan kognitif?

C.      Tujuan
1.         Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan fisik.
2.         Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan kognititf.
3.         Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan proses kognitif.
4.         Untuk mendeskripsikan hakikat perkembangan keterampilan kognitif.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perkembangan Fisik
1.      Perkembangan Motorik Anak Usia Sekolah Dasar
Pada usia sekolah, perkembangan motorik anak lebih halus, lebih sempurna, dan terkoordinasi dengan baik, seiring dengan bertambahnya berat dan kekuatan badan anak. Anak-anak terlihat sudah mampu mengontrol dan mengoordinasikan gerakan anggota tubuhnya seperti tangan dan kaki dengan baik. Otot-otot tangan dan kakinya sudah mulai kuat, sehingga berbagai aktivitas fisik seperti menendang, melompat, melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan secara lebih akurat dan cepat. Disamping itu, anak juga makin mampu menjaga keseimbangan badannya. Penguasaan badan, seperti membongkok, melakukan bermacam-macam latihan senam serta aktivitas olah raga.
Sejak usia 6 tahun, koordinasi antara mata dan tangan (visio-motorik) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Pada usia 7 tahun, tangan anak semakin kuat dan ia lebih menyukai pensil daripada krayon untuk melukis. Koordinasi motorik halus berkembang, di mana anak sudah dapat menulis dengan baik. Ukuran huruf menjadi lebih kecil dan rata. Usia 10 hingga 12 tahun, anak-anak mulai memperlihatkan keterampilan-keterampilan manipulatif menyerupai kemampuan-kemampuan orang dewasa.
Untuk memperhalus keterampilan-keterampilan motorik mereka, anak-anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik. Aktivitas fisik ini dilakukan dalam bentuk permainan yang bersifat formal maupun informal.
Anak-anak usia sekolah ini mengembangkan kemampuan untuk melakukan permainan (game) dengan peraturan, sebab mereka sudah dapat memahami dan menaati aturan-aturan dari suatu permainan.[1]

2.      Masa Pubertas
Pubertas (puberty) ialah suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat terutama pada awal masa remaja. Kematangan seksual merupakan suatu rangkaian dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, yang ditandai dengan perubahan pada ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder.[2] Bukan hanya itu pada masa pubertas juga terjadi perubahan dalam perkembangan seorang anak, baik dalam pertumbuhan atau perkembangan fisik, kognitif, maupun dalam perkembangan psikososial anak. Ketika seorang anak mengalami pubertas, berarti dia dianggap sudah memasuki masa remaja, yakni masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Waktu datangnya masa pubertas tidak dapat diketahui secara pasti. Ada anak-anak yang memulai masa pubertasnya pada usia yang lebih awal ada pula yang lebih belakangan. Biasanya, anak perempuan mulai memasuki masa pubertas lebih awal 2 tahun dibandingkan dengan anak laki-laki. Menurut sejumlah ahli perkembangan, pada anak perempuan pubertas terjadi sekitar usia 10 tahun, sedangkan pada anak laki-laki terjadi pada usia sekitar 12 tahun.[3]

3.      Perkembangan Otak
Otak adalah sebuah sistem biologis manusia yang sengaja diciptakan Allah Swt. Untuk mengindra dunia dan sekaligus memberikan berbagai tanggapan terhadapnya. Otak ada untuk mengoptimalkan perilaku, sehingga tubuh mampu menghadapi tantangan dan kesempatan yang datang setiap saat. Tak satu pun organ atau sel dalam tubuh kita yang lepas dari jangkauan otak. Karena otak merupakan sentral dari semua aktivitas manusia, baik aktivitas organ yang ada di dalam maupun aktivitas pancaindra yang ada di luar, maka perkembangan otak jelas mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semua aspek perkembangan lain.
Sama halnya dengan aspek-aspek perkembangan lainnya, perkembangan otak juga dipengaruhi oleh interaksi hereditas dan lingkungan. Perkembangan otak mulai terjadi sejak masa parental, yakni kira-kira 25 hari setelah konsepsi. Pada masa awal perkembangan ini otak terlihat baru seperti sebuah tabung yang tidak rata dan sangat halus. Tabung-tabung halus ini berisi sel-sel dan kemudian membentuk kantong-kantong atau ruang-ruang. Ruang-ruang terbagi menjadi tiga ruang yang menjadi forebrain (otak depan), midbrain (otak tengah), dan hindbrain (otak belakang).
Sekitar usia 5 hingga 20 minggu dari perkembangan janin dalam kandungan, bagian dalam dari ruang-ruang otak ini mulai memproduksi sel-sel neuron. Sel-sel neuron ini bertanggung jawab mentransmisikan informasi dan membuat manusia mampu berpikir secara cerdas. Karena dibawa oleh berbagai zat kimia, neuron-neuron ini pindah ke ruang khusus. Di ruang khusus ini, neuron-neuronn dipertahankan dan disokong oleh sel glial sehingga ia menjadi kukuh dan kuat. Sel glial adalah sel khusus yang mengelilingi sel neuron yang merupakan unit dasar otak yang dapat ditingkatkan melalui berbagai stimulus yang menambah aktivitas antara sel neuron dan memungkinkan akselerasi proses berpikir. Segera setelah ia sampai di rang khusus ini, neuron-neuron ini membentuk serabut saraf, yang dikenal dengan dendrit dan akson guna menjalin hubungan satu sama lain.
Jumlah sel-sel neuron ini akan semakin bertambah banyak seiring dengan terbentuknya hubungan-hubungan baru akibat dari masuknya informasi ke dalam otak. Ketika sebuah informasi masuk, maka segera terjadi kontak dan hubungan antarsel saraf. Informasi kemudian berkesinambungan terus. Jika jalinan itu didukung oleh komponen yang bernama myelin, maka jalinan itu akan kuat dan bertahan lama. Myelin berhubungan dengan daya ingat seseorang. Semakin sering seseorang mengulang informasi yang masuk, maka semakin tegas myelination.
Jadi yang dimaksud myelination adalah suatu proses di mana sel-sel urat saraf ditutup dan dibungkus dengan suatu lapisan sel-sel lemak. Proses pembungkusn sel-sel urat saraf ini berdampak pada peningkatan kecepatan informasi yang bergerak melalui sistem urat saraf. Proses myelination ini berlangsung pada tahun-tahun pertama. Dalam proses ini yang terjadi pada masa pranetal ini, neuron-neuron berperan penting dalam mengembangkan kecakapan-kecakapan dasar bagi kelangsungan hidup pada periode prenatal, mengembangkan keterampilan-keterampilan motorik, serta proses berpikir. Meskipun proses myelination ini lebih terlihat pada masa prenatal, tetapi perkembangannya terus berlanjut pada masa anak-anak, remaja, dan dewasa awal.
Dengan demikian, selama masa prenatal otak mengalami perkembangan yang sangat cepat, terutama dalam hal jumlah dan ukuran sel saraf. Perkembangan otak dalam masa prenatal ini snagat menentukan perkembangan anak selanjutnya setelah ia lahir. Hal ini karena pada masa prenatal ini, janin sudah dilengkapi dengan semua sel saraf (neuron) yang akan dimiliki disepanjang kehidupannya. Dengan kelengkapan sel-sel saraf ini, maka bayi yang baru lahir sudah siap menjalankan tugas-tugas untuk kelangsungan hidup, seperti bernapas, menyusu, menelan, menangis, dan membentuk hubungan-hubungan sederhana. Meskipun demikian, pada saat lahir dan pada masa awal bayi keterkaitan antarsel saraf ini masih lemah.
Ketika dilahirkan, otak bayi memiliki 10 miliar neuron. Neuron-neuron ini kemudian membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut dendrit, yang mirip sarang laba-laba, dan akson yang berbentuk memanjang. Dendrit ini mengalami perkembangan yang dramatis sejak saat lahir hingga bayi berusia 2 tahun. Perkembngan dendrit ini menyebabkan keterkaitan antarneuron juga semakin meningkat. Semakin banyak informasi yang masuk, dendrit yang terbentuk semakin banyak. Perkembangan dendrit sejak kelahiran dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan dan gerakan-gerakan dari anak itu sendiri.
Meskipun otak terus berkembang pada masa anak-anak, perkembangannya tidak sepesat pada masa bayi. Ketika anak-anak mencapai usia 3 tahun, ukuran otaknya adalah tiga perempat otak orang dewasa. Pada usia 5 atau 6 hingga 7 tahun, ukuran otak anak telah mencapai dua pertiga otak orang dewasa, tetapi memiliki 5-7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak usia 18 bulan atau orang dewasa. Sampai usia 8 tahun, ukurann otak anak sudah dapat dikatakan sempurna, tetapi cara kerjanya secara terperinci di dalam otak masih memerlukan waktu untuk berkembang penuh.
Pada usia sekolah dan remaja, perkembangan otak banyak terjadi pada wilayah korteks, suatu wilayah otak di mana anak dapat mengontrol tingah lakunya sendiri. Selama masa usia sekolah, korteks mengalami perkembangan puncak dan terus diperbaiki dalam masa remaja.
Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan.
Pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik – Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi.[4]

4.      Implikasi Perkembangan Otak terhadap Pendidikan
Otak anak memang mempunyai kemampuan besar untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti pada usia 10-11 tahun jika tidak dikembangkan dan digunakan. Oleh sebab itu, untuk terus meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif anak, proses pematangan otak harus diiringi dengan peluang-peluang untuk mengalami suatu dunia yang makin luas. Dalam hal ini, pendidikan harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang memungkinkan otaknya berkembang.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, proses pembelajaran seharusnya lebih mendorong anak untuk mencari dan meneliti apa yang dikehendakinya, baik di museum, rumah dan sekolah, di buku-buku, majalah dan gambar, serta di alam sekitarnya, sehingga ia memperoleh apa yang dikehendakinya. Pembelajaran seperti ini akan mendorong anak untuk berpikir, mengamati, merenungkan dan menemukan secara kreatif.
Sebaliknya, proses pembelajaran harus jauh dari upaya menjejalkan pengetahuan ke dalam otak ana. Penjejalan pengetahuan secara berlebihan justru akan mengganggu pemahaman dan melelahkan otak anak. Menjejali otak anak dengan sejumlah besar informasi dan pengetahuan malah akan mematikan kecerdasan. “Otak adalah mata air yang seharusnya dialirkan secara berangsur-angsur, bukan wadah yang harus langsung diisi penuh” demikian kata Gabriel Camyer. Bahkan Mahmud Mahdi Al-Istanbuli mengatakan “Otak yang bagus bukanlah otak yang penuh sesak, tetapi otak yang sehat”. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya merupakan upaya mengembangkan segala potensi anak, melatih pengamatan dan pengambilan keputusan, merangsang pemikiran dan imajinasi, memperdalam pemahaman dan memperkuat konsentrasi.[5]

B.       Perkembangan Kognitif Peserta Didik
1.      Pengertian Perkembangan Kognitif
Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.[6]

2.      Perkembangan Kognitif Menurut Piaget[7]
Melalui serangkaian wawancara dan pengamatan yang seksama terhadap anaknya, Piaget meyakini bahwa anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Anak tidak pasif menerima informasi, melainkan berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas.
Piaget juga meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi) serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Tahap-tahap pemikiran ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Tahap-tahap perkembangan pemikiran ini dibedakan Piaget atas empat tahap yaitu:
a.       Tahap Sensormotor (usia 0-2 tahun)
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pda saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
b.      Tahap Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.
c.       Tahap Konkret-operasional (usia 7-11 tahun)
Pada saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
d.      Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun – dewasa)
Remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.
Menurut Piaget, perkembangan dari masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Dari sudut biologis, Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam, sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem pernapasan, dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi, di mana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Untuk menunjukkan struktur kognitif yang mendasri pola-pola tingkah laku tang terorganisasi, Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen ini berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalui diorganisasi dan diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
3.      Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a.       Usia Sekolah Dasar
Mengacu pada teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar masuk dalam tahap pemikiran operasional konkrit (concrete operational thought), yaitu masa di mana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya.
Ini berarti bahwa anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk berpikir melalui urutan sebab-akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang bisa ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Pada masa ini anak sudah mengembangkan pikiran logis. Ia mulai mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5x6=30; 30:6=5
Menurut Piaget, anak-anak pada masa konkret operasional ini telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak. Hal ini adalah karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu: negasi, resiprokasi, dan identitas.[8]
b.      Negasi (negation)
Pada masa pra-operasional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari deretan benda, yaitu pada mulanya keadaannya sama dan pada akhirnya keadaannya menjadi tidak sama. Anak tidak melihat apa yang terjadi di antaranya. Tetapi, pada masa konkret operasional, anak memahami proses apa yang terjadi di antara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya. Pada deretan benda-benda, anak bisa melalui kegiatan mentalnya-mengembalikan atau membatalkan perubahan yang terjadi sehingga bisa menjawab bahwa jumlah benda-benda adalah tetap sama.
c.       Hubungan Timbal Balik (resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
d.      Identitas
Anak pada masa konkret operasional sudah bisa mengenal satu per satu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu. Anak bisa menghitung sehingga meskipunbenda-benda dipindahkan, anak dapat mengetahui bahwa jumlahnya akan tetap sama.
e.       Remaja (SMP dan SMA)
Kemampuan-kemampuan kognitif semakin berkembang hingga anak memasuki tahap pemikiran operasional formal, yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa.
Secara umum karakteristik pemikiran remaja pada tahap operasional formal ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Dengan demikian, terlihat betapa remaja yang sudah mencapai tahap operasi formal telah mampu melakukan penalaran hipotesis-deduktif. Mereka mampu mengembangkan hipotesis dan mendesain eksperimen untuk membuktikannya. Mereka mempertimbangkan semua hubungan yang dapat dibayangkannya dan meneliti semuanya secara sistematis, satu per satu, untuk menemukan kebenaran.

4.      Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget terhadap Pendidikan
Teori Piaget memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan penting dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Banyak guru mendapatkan inspirasi dari teori Piaget dalam mendesain kurikulum dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didiknya.
Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru di sekolah, yaitu:
a.       Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam.
b.      Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.
c.       Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterprasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.
d.      Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
e.       Merancang aktivitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa lan.



C.      Perkembangan Proses Kognitif[9]
1.      Perkembangan memori             
Selama usia sekolah anak-anak menunjukkan perubahan-perubahan penting dalam mengingat informasi. Selama masa awal kanak-kanak, memori jangka pendek mereka telah berkembang dengan baik. Namun, setelah anak berusia 7 tahun tidak terlihat adanya peningkatan yang berarti. Cara-cara mereka memproses informasi menunjukkan keterbatasan-keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Berbeda halnya dengan memori jangka panjang, terlihat adanya peningkatan seiring dengan penambahan usia selama masa usia sekolah.
Dalam suatu studi tentang perkembangan memori, dilaporkan bahwa rentang memori meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia. Pada usia 2 tahun anak hanya dapat mengingat 2 digit, pada usia 7 tahun anak mengingat 5 digit dan pada usia 12 tahun anak mengingat 7 digit. Meskipun selama periode usia sekolah tidak terjadi peningkatan yang berarti dalam memori jangka panjang, selama periode ini mereka berusaha mengurangi keterbatasan dengan menggunakan strategi memori. Berikut dua strategi memori yang penting :
a.         Imagery (perbandingan), merupakan salah satu strategi memori yang berkembang selama masa pertengahan dan akhir anak-anak.
b.         Retrieval (pemunculan kembali), merupakan strategi memori yang banyak digunakan oleh orang dewasa.
Perlu juga dipahami bahwa disamping strategi-strategi memori di atas, juga terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat-sifat anak (termasuk sikap, motivasi, dan kesehatan), serta pengetahuan yang telah diperoleh anak sebelumnya.


2.      Perkembangan Atensi
Menurut Parkin atensi atau perhatian merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam sistem kognitif. Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi. Meskipun atensi bayi memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kognitif selama tahun-tahun prasekolah, kemampuan anak untuk memusatkan perhatian berubah secara signifikan pada masa itu. Kekurangan atensi selama tahun prasekolah menyangkut dimensi yang lebih menonjol dibandingkan dengan dimensi yang relevan untuk memecahkan masalah, atau mengerjakan tugas dengan baik.
John Flavel mendeskripsikan empat aspek atensi yang berkembang seiring dengan bertambah besarnya anak, yaitu :
a.         Ketika anak-anak tumbuh semakin besar, ia lebih mampu mengendalikan atensinya.
b.         Seiring dengan perkembangannya, anak-anak menjadi lebih baik dalam menyesuaikan kemampuan atensinya dengan tugas.
c.         Anak-anak mengembangkan kemampuannya untuk merencanakan bagaimana ia akan mengarahkan atensinya.
d.        Anak-anak mengembangkan kemampuan mereka untuk memonitor atensinya.

3.      Implikasi Perkembangan Proses Kognitif terhadap Pendidikan
Dalam perspektif pemrosesan informasi, pembelajaran dipandang sebagai proses memasukkan informasi ke dalam memori, mempertahankan, kemudian mengungkapkannya kembali untuk tujuan tertentu di kemudian hari. Bagaimana peserta didik menyimpan dan menyebarkan informasi, bagaimana ia mengambil kembali informasi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas belajar yang kompleks, jelas menuntut adanya keterampilan kognitif, seperti persepsi, atensi, dan memori. Dalam hal ini, guru lebih dipandang sebagai pembimbing kognitif sehingga peserta didik mampu mengembangkan proses-proses kognitifnya untuk memahami tugas akademiknya.
Berikut strategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik mengembangkan proses kognitifnya :
a.         Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan meminimalkan gangguan.
b.         Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting.
c.         Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau petunjuk sendiri  atau memahami satu kalimat yang perlu mereka perhatikan.
d.        Gunakan komentar instruksional
e.         Buat pembelajaran menjadi menarik
f.          Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagai bagian dari pengajaran di kelas.
g.         Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan, dan meningkatkan perhatian.
h.         Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau berpindah pada satu setting berbeda.
i.           Hindari perilaku yang membingungkan
j.           Dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam, bukan mengingat sepintas lalu.
D.      Perkembangan Keterampilan Kognitif[10]
1.      Perkembangan metakognitif
Kemampuan metakognitif untuk memonitor kemajuan sendiri dan menggunakan strategi yang berbeda untuk belajar dan mengingat, mengalami perkembangan sesuai dengan pertambahan usia. Secara umum, pengetahuan metakognitif mulai berkembang pada usia 5-7 tahun, dan terus berkembang selama usia sekolah, masa remaja, bahkan sampai dewasa. Penelitian Flavel tentang metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Flavel menunjukkan bahwa anak-anak yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan atau terpisah dengan dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menengahi interpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami.
2.      Perkembangan Strategi Kognitif
Strategi kognitif berkembang dalam waktu yang cukup lama. Berikut ini akan dikemukakan oleh sejumlah ahli psikologi, yaitu rehearsal, elaboration, dan organizational.
Rehearsal (pengulangan), adalah salah satu strategi belajar kognitif yang digunakan peserta didik dengan cara mengulangi berkali-kali materi pelajaran atau informasi yang disajikan. Strategi reheasal jarang digunakan oleh anak-anak prasekolah atau TK. Strategi ini lebih banyak dan efektif digunakan oleh siswa sekolah dasar.
Organization (Organisasi), merupakan strategi belajar kognitif yang banyak digunakan oleh peserta didik. Strategi organisasi ini meliputi tingkah laku seperti : menyeleksi ide-ide pokok dari teks, menyusun garis-garis besar teks atau materi yang dipelajari, dan menggunakan secara bervariasi teknik-teknik tertentu untuk menyeleksi dan mengorganisasi ide-ide dalam teks atau materi. Strategi organisasi ini biasanya digunakan oleh anak-anak yang lebih besar.
Elaboration (perluasan atau perincian) juga merupakan salah satu strategi belajar kognitif yang digunakan oleh peserta didik. Menurut Suharman, elaborasi melibatkan proses pemerkayaan (penambahan) makna informasi. Strategi kognitif elaborasi sudah mulai berkembang sejak awal anak-anak masuk TK.
3.      Implikasi Perkembangan Ketrampilan Kognitif terhadap Pendidikan
Kemampuan metakognisi dan strategi kognitif ini merupakan kemampuan yang dipelajari dan dapat dikembangkan. Ini berarti bahwa perkembangan metakognisi dan strategi kognitif memberikan beberapa implikasi bagi pendidikan. Dalam uraian berikut beberapa upaya yang harus dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan metakognisi dan strategi peserta didik.
a.         Guru harus mengajarkan dan menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
b.         Memberikan pelatihan tentang strategi belajar.
4.      Perkembangan Pemikiran Kritis
Sebagai salah satu aspek penting dari perkembangan kognitif, perkembangan pemikiran kritis ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungannya. Pengalaman-pengalaman fisik memiliki arti penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Demikian juga dengan interaksi sosial, sangat berperan dalam mengembangkan pemikiran anak sehingga pada akhirnya mereka dapat berfikir secara lebih kritis dan logis.
Menurut Santrock untuk berpikir secara kritis dalam memecahkan setiap permasalahan atau untuk mempelajari sejumlah pengetahuan baru, anak-anak harus mengambil peran aktif dalam belajar.
5.      Perkembangan Pemikiran Kritis dan Implikasinya terhadap Pendidikan
Santrock mengajukan beberapa pedoman bagi guru dalam membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir kritis, yaitu :
1.    Guru harus berperan sebagai pemandu siswa dalam menyusun pemikiran sendiri.
2.    Menggunakan pertanyaan yang berbasis pemikiran.
3.    Bangkitkan rasa ingin tahu intelektual siswa.
4.    Libatkan siswa dalam perencanaan dan strategi.
5.    Beri siswa model peran pemikir yang positif dan kritis.
6.    Guru harus mampu menjadi model peran pemikir yang positif bagi siswa.


BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
1.      Perkembangan fisik yang terdiri dari perkembangan motorik anak, masa pubertas, perkembangan otak, dan impiklasi perkembangan otak terhadap pendidikan memiliki arti penting dan mempengaruhi pendidikan.
2.      Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
3.      Perkembangan proses kognitif adalah proses memori dan proses berpikir. Anak-anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
4.      Perkembangan keterampilan kognitif meliputi perkembangan metakognitif, perkembangan strategi kognitif, implikasi perkembangan ketrampilan kognitif terhadap pendidikan, perkembangan pemikiran kritis, perkembangan pemikiran kritis dan implikasinya terhadap pendidikan.

B.       Saran
Untuk pendidik dan calon peserta didik diharapkan dengan bekal pemahaman tersebut mampu memberikan layanan pendidikan dan melakukan proses pembelajaran dengan baik sesuai kemampuan fisik maupun kognitif peserta didik.




DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya

[1] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), hlm. 79-80
[2] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005), hlm. 192
[3] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik.., hlm. 81-82
[4] Ibid., hlm. 89-94
[5] Ibid., hlm. 95
[6] Ibid.,hlm. 96-98
[7] Ibid.,hlm. 98-101
[8] Ibid.,hlm. 104
[9] Ibid., hlm.115-130
[10] Ibid., hlm.131-162
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar