Minggu, 10 Desember 2017

Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA



MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN IPA

Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah bahasa Indonesia
Dosen Pengampu:
Elen Nurjanah, M.Pd


Oleh :
Ananda Mita Ufatun Ni’mah
NIM : 17205163287


 
                                    
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
Desember 2016

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Rumusan Masalah
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah model pembelajaran konstruktivisme. Pemilihan model pembelajaran ini dikarenakan agar peserta didik mampu membangun pengetahuan sendiri dan  antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas terutama pada pembelajaran IPA masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-benda konkrit.
Sesuai dengan hakikat IPA yang meliputi unsur utama yaitu sikap, rasa ingn tahu, proses, produk, dan aplikasi. Sehingga pembelajaran IPA dipandang sebagai suatu proses aktif dan sangat dipengaruhi oleh apa yang ingin dipelajari anak itu sendiri.
Maka dari permasalahan tersebut, saya tertarik untuk membuat makalah yang bertema model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA. Saya berharap bisa mengembangkan keaktifan peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri khususnya dalam pembelajaran IPA, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hakikat model pembelajara?
2.      Bagaimana hakikat model pembelajaran konstruktivisme?
3.      Bagaimana hakikat penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA?

C.    Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan hakikat model pembelajaran.
2.      Untuk mendeskripsikan hakikat model pembelajaran konstruktivisme.
3.      Untuk mendeskripsikan hakikat model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA.
 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Model Pembelajaran
1.    Hakikat
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanankan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Menurut Joyce, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lainnya.
Adapun Soekamto mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisaikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.
Menurut Arends, istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.[1]
Beradasarkan uraian tersebut, model pembelajaran merupakan suatu prosedur, perencanaan dan kerangka konseptual aktivitas belajar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru dan berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.    Jenis-jenis
a)      Model Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi kita sendiri.[2] Model pembelajaran konstruktivisme adalah suatu model pembelajaran yang bersifat membina atau membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Dalam model pembelajaran ini peserta didik diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan sendiri.
b)      Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses  belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Istilah lain yang biasa dipakai untuk menyebutkan model pembelajaran langsung yakni diantaranya training model, active teaching model, mastery teaching, dan explicit instructions.[3]
c)      Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.[4]
d)     Model Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran Konstektual adalah strategi pembelajaran yang menghubungkan antara konten pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, dan mendorong siswa mengaitkan antara pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya di sekolah dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga, warganegara, dan dunia kerja.[5]
e)      Model Pembelajaran Sinetik
Kata sinetik berasal dari bahasa Yunani yang berarti penggabungan unsur-unsur atau gagasan-gagasan yang berbeda-beda. Model sinetik dapat dipahami sebagai strategi mempertemukan berbagai macam unsur, dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru.[6]
f)       Model Pembelajaran Quantum Teaching
Menurut Bobby De Porter, Quantum Teaching adalah konsep yang menguraikan cara-cara baru dalam memudahkan proses belajar mengajar, lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang diajarkan. Adapun asas Quantum Teaching adalah bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Artinya sebagai langkah pertama penting bagi pendidik untuk memasuki dunia peserta didik terlebih dahulu, dengan demikian akan memberi izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.[7] 
g)      Model Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Model pembelajaran aktif adalah suatu model dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri.[8]
h)      Model Pembelajaran Kooperatif
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.[9]
i)        Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Menurut Kunandar, pembelajaran inkuiri adalah kegiatan pembelajaran di mana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.[10]
j)        Model Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu adalah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dengan mengintegrasikan kegiatan ke dalam semua bidang kurikulum atau bidang-bidang pengembangan yang meliputi pengembangan aspek kognitif, bahasa, fisik-motorik, sosial-emosi, estetika, sosial, moral, dan agama.[11]

B.     Model Pembelajaran Konstruktivisme
1.      Hakikat
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan isme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Teori konstruktivisme lahir dari Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu paham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Pada proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diteima dengan pengetahuan sebelumnya untuk membina pengetahuan baru.[12] Jadi, model pembelajaran konstruktivisme adalah model pembelajaran di mana siswa atau peserta didik diberi kesempatan untuk membangun konseptual dan pengetahuannya sendiri berasaskan pengetahuan atau pengalaman sebelumnya.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang siswa yang aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subjek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh siswa itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Urgensitas teori konstruktivisme adalah dalam proses pembelajaran, siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan.
Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu siswa untuk mandiri dalam kehidupan kognitif siswa, sehingga belajar lebih diarahkan pada proses experimental learning yaitu proses adaptasi manusia berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dalam pengembangan konsep baru. Karenanya titik tekan dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
a)    mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan,
b)   mengutamakan proses,
c)    menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial,
d)   pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky, yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah memegang suatu peran penting. Salah satu diantaranya adalah penekannya pada hakikat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.
Pada proyek kooperatif, siswa dihadapkan pada proses berfikir teman sebaya mereka, metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga membuat proses berfikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa. Vygostky memperhatikan bahwa pada proyek ini pemecah masalah telah berhasil menjelaskan tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa lain dapat membaca pikiran orang lain melalui ungkapan yang tertuang dalam perilaku belajarnya, sehingga dapat diketahui bagaimana jalan pikiran atau pendekatan yang dipakai oleh pemecah masalah yang berhasil ini.[13]

2.      Kelebihan
Berikut ini keunggulan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah antara lain.
a)    Model pembelajaran konstruktivisme memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan gagasan secara rinci dengan menggunakan bahasa sendiri, sehingga peserta didik lebih mudah mengerti atau memahami pengetahuan tersebut.
b)   Pengetahuan tidak dipindahkan dari pendidik ke peserta didik, kecuali hanya dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar.
c)    Peserta didik mengahadapi masalah yang relevan.
d)   Model pembelajaran ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, inovatif.
e)    Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selau ada satu jawaban yang benar.
f)    Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri dan belajar aktif membangun sendiri pengetahuan dan konsep melalui berbagai kegiatan.

3.      Kekurangan
Dalam model pembelajaran konstruktivisme memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan bagi pendidik antara lain salah pemahaman terhadap materi. Ketika peserta didik diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan sendiri tidak menutup kemungkinan bahwa pengetahuan yang dibangun tersebut semua akan benar atau semua akan salah. Jadi, sebagai pendidik meskipun peserta didik diberi kesempatan membangun pengetahuan sendiri, pendidik juga harus tetap mengawasi dan mendampingi peserta didik agar tidak terjadi kesalahpahaman materi.
Kesalahpahaman materi ini akan berdampak buruk baik bagi peserta didik, pendidik, maupun instansi terkait. Karena suatu ilmu dan pengetahuan jika dari awal sudah salah maka kedepannya akan salah pula. Maka dari itu sebagai pendidik harus tetap mendampingi peserta didik.

4.      Karakteristik
Model pembelajaran konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.[14]
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagimana guru mengajar. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif.[15]
Di dalam model pembelajaran ini ada istilah scaffolding, yang artinya memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.[16]
Dalam konstruktivisme pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dan pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interprestasi.
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn) pada kondisi ketidakaturan, ketidakpastian, kesemrawutan, pebelajar harus bebas.


C.    Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA

Dalam model pembelajaran konstruktivisme memiliki beberapa strategi, antara lain yakni belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning, pembelajaran kognitif, dan discovery learning. Pada pembelajaran IPA bisa menggunakan strategi discovery learning, karena dalam strategi ini peserta didik didorong untuk belajar mandiri, belajar aktif melalui konsep-konsep, prinsip, dan pendidik sebagai motivatornya.
Contoh permasalahan atau topik yang akan dibahas adalah mengenai anatomi bunga. Penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA dengan materi pembahasan anatomi bunga langkah-langkahnya antara lain sebagai berikut:
1.        Memotivasi dan Menyampaikan Informasi Terkait Pokok Pembahasan
Sebelum memberi masalah atau soal guru hendaknya memberi motivasi-motivasi kecil yang membuat peserta didik tertarik dengan materi yang akan dipelajari. Terutama jika peserta didik tersebut masih MI/SD, karena diusia tersebut butuh motivasi penuh. Setelah cukup, guru bisa sedikit menyinggung terkait dengan materi yang akan dipelajari. Misalnya materi tentang anatomi bunga.
2.        Membentuk atau Mengorganisasikan Peserta Didik ke Dalam Beberapa Kelompok
Setelah memberi informasi guru bisa mengorganisasikan peserta didik, ini akan memudahkan peserta didik untuk memecahkan masalah. Peserta didik bisa saling bertukar pendapat satu sama lain sehingga membangun pengetahuan tersebut dengan sendirinya sesuai dengan prinsip model pembelajaran konstruktivisme.
3.        Memberi Masalah
Guru memberikan pertanyaan atau tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum.[17] Misalnya dalam pembelajaran IPA, peserta didik diberi tugas untuk mengidentifikasi anatomi bunga, mulai dari putik, benangsari, mahkota, kelopak, tangkai, dan lain-lain.
4.        Hipotesis
Peserta didik memformulasikan jawaban sementara (hipotesis). Sebelum mengetahui jawaban sebenarnya peserta didik bisa memformulasikan jawaban sementara atau yang biasa disebut hipotesis dan mereka diminta untuk memberikan alasan untuk mendukung atau menguatkan hipotesis tersebut.
5.        Pengumpulan Data dan Uji Hipotesis
Mengumpulkan data dari berbagai sumber yang relevan, seperti buku paket IPA, ensiklopedia, dan lain-lain. Peserta didik akan melihat sendiri apaakah hipotesis mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila hipotesis mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitato dan mediator.[18]
Misalnya, selesai mengidentifikasi anatomi bunga hasil identifikasi tersebut dikoreksi dengan buku paket pembelajaran IPA, apakah sudah sesuai atau ada beberapa yang salah, dan apabila ada yang meleset mereka bisa mendiskusikan dengan teman sekelompok atau guru yang berperan sebagai fasilitator dan mediator.
6.        Membangun Konsep
Setelah lolos uji hipotesis peserta didik bisa membangun ulang kerangka konseptual. Peserta didik mengetahui konsep anatomi bunga tersebut dari yang mereka amati, kemudian menguatkan jawaban melalui sumber relevan seperti buku paket IPA. Ini menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
7.        Memandu Peserta Didik
Guru memandu proses berpikir dan diskusi peserta didik untuk mengambil keputusan. Jadi, guru tetap mendampingi peserta didik agar peserta didik tidak salah dalam memahami materi atau pengetahuan.
8.        Refleksi
Merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan masalah. Pendidik atau guru membantu peserta didik untuk mengaitkan masalah dalam kehidupan nyata. Misalnya menunjukkan macam-macam bunga, lalu peserta didik bisa melihat secara langsung anatomi bunga. Atau bisa dengan mengajak peserta didik ke luar kelas misal ke taman sekolah agar peserta didik lebih mudah paham dengan materi anatomi bunga tersebut.
9.        Review dan Evaluasi
Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Kemudian guru atau pendidik dan peserta didik bersama-sama mengevaluasi hasil diskusi dan menyimpulkan hasil praktikum yang telah dilakukan. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi peserta didik bersangkutan.[19]

Penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA sangat memudahkan peserta didik dalam menerima materi atau pengetahuan karena prinsip model pembelajaran konstruktivisme sesuai dengan hakikat IPA. Secara garis besar, prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri dan juga mengahadapi masalah yang relevan dengan peserta didik. Demikian pula dengan IPA yang juga di dalamnya terdapat materi yang relevan dengan peserta didik, semisal anatomi bunga, anatomi hewan, anatomi tubuh, pernafasan dan masih banyak materi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, dalam pembelajaran IPA bisa menerapkan atau menggunakan model pembelajaran konstruktivisme untuk mencapai tujuan pembelajaran.


BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.    Model pembelajaran merupakan suatu prosedur, perencanaan dan kerangka konseptual aktivitas belajar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru dan berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2.    Model pembelajaran konstruktivisme adalah model pembelajaran di mana siswa atau peserta didik diberi kesempatan untuk membangun konseptual dan pengetahuannya sendiri berasaskan pengetahuan atau pengalaman sebelumnya.
3.    Penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA sangat memudahkan peserta didik dalam menerima materi atau pengetahuan karena prinsip model pembelajaran konstruktivisme sesuai dengan hakikat IPA.

B.     Saran
Bagi pendidik, diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam proses pembelajaran khususnya pada pelajaran IPA semaksimal mungkin agar tercipta pembelajaran yang efektif dan efesien di kelas.
Bagi peserta didik, diharapkan mampu memahami model pembelajaran konstruktivisme yang diterapkan oleh pendidik.
Dan bagi calon pendidik, diharapkan memberikan pembelajaran pada calon pendidik agar mereka mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam proses mengajar khususnya pada pelajaran IPA setelah menjadi pendidik.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’mur. 2013. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, Jogjakarta: DIVA Press.
Mashudi, dkk. 2013. Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivisme. Tulungagung: STAIN Tulungagung Press.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Solihatin, Etin, dan Raharjo. 2009. Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Zain, Hisyam. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalijaga.

[1] Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivisme, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hal. 3
[2] Ibid., hal. 13
[3] Ibid., hal. 47-48
[4] Ibid., hal. 81
[5] Ibid., hal. 99
[6] Ibid., hal. 115-116
[7] Ibid., hal. 175-176
[8] Hisyam Zaini dkk., Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalijaga, 2008), hal. 3
[9] Etin Solihatin dan Raharjoo, Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal. 4
[10] Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) hal. 85
[11] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hal. 92
[12] Mashudi dkk., Op.Cit., hal. 13
[13] Ibid., hal. 17-19
[14] Ibid., hal. 14
[15] Ibid., hal. 15
[16] Ibid., hal. 21
[17] Ibid., hal. 25
[18] Ibid., hal. 26
[19] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar