MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN IPA
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah bahasa Indonesia
Dosen Pengampu:
Elen Nurjanah, M.Pd
Oleh :
Ananda Mita Ufatun Ni’mah
NIM : 17205163287
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
TULUNGAGUNG
Desember 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Rumusan
Masalah
Saat ini
terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah model
pembelajaran konstruktivisme. Pemilihan model pembelajaran ini dikarenakan agar
peserta didik mampu membangun pengetahuan sendiri dan antusias terhadap persoalan yang ada sehingga
mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas terutama pada
pembelajaran IPA masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-benda konkrit.
Sesuai dengan
hakikat IPA yang meliputi unsur utama yaitu sikap, rasa ingn tahu, proses,
produk, dan aplikasi. Sehingga pembelajaran IPA dipandang sebagai suatu proses
aktif dan sangat dipengaruhi oleh apa yang ingin dipelajari anak itu sendiri.
Maka dari
permasalahan tersebut, saya tertarik untuk membuat makalah yang bertema model
pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA. Saya berharap bisa
mengembangkan keaktifan peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri khususnya dalam pembelajaran IPA, sehingga dengan pengetahuan yang
dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan
dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari
lingkungan kehidupannya sehari-hari.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hakikat model pembelajara?
2. Bagaimana
hakikat model pembelajaran konstruktivisme?
3. Bagaimana
hakikat penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA?
C.
Tujuan
1. Untuk
mendeskripsikan hakikat model pembelajaran.
2. Untuk
mendeskripsikan hakikat model pembelajaran konstruktivisme.
3. Untuk
mendeskripsikan hakikat model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran
IPA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model
Pembelajaran
1.
Hakikat
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanankan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Menurut Joyce, model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer,
kurikulum dan lainnya.
Adapun Soekamto mengemukakan maksud dari model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisaikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.
Menurut Arends, istilah model pembelajaran mengarah
pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.[1]
Beradasarkan uraian tersebut, model pembelajaran
merupakan suatu prosedur, perencanaan dan kerangka konseptual aktivitas belajar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru dan berfungsi untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
2.
Jenis-jenis
a) Model
Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme
merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
merupakan hasil konstruksi kita sendiri.[2]
Model pembelajaran konstruktivisme adalah suatu model pembelajaran yang
bersifat membina atau membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Dalam model pembelajaran ini peserta didik diberi kesempatan untuk membangun
pengetahuan sendiri.
b) Model
Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung adalah salah satu
pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah. Istilah lain yang biasa dipakai untuk menyebutkan model pembelajaran
langsung yakni diantaranya training
model, active teaching model, mastery teaching, dan explicit instructions.[3]
c) Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran
berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus
memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.[4]
d) Model
Pembelajaran Kontekstual
Model
pembelajaran Konstektual adalah strategi pembelajaran yang menghubungkan antara
konten pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, dan mendorong siswa mengaitkan
antara pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya di sekolah dengan
kehidupannya sebagai anggota keluarga, warganegara, dan dunia kerja.[5]
e) Model
Pembelajaran Sinetik
Kata sinetik
berasal dari bahasa Yunani yang berarti penggabungan unsur-unsur atau
gagasan-gagasan yang berbeda-beda. Model sinetik dapat dipahami sebagai
strategi mempertemukan berbagai macam unsur, dengan menggunakan kiasan untuk
memperoleh satu pandangan baru.[6]
f) Model
Pembelajaran Quantum Teaching
Menurut
Bobby De Porter, Quantum Teaching
adalah konsep yang menguraikan cara-cara baru dalam memudahkan proses belajar
mengajar, lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah,
apapun mata pelajaran yang diajarkan. Adapun asas Quantum Teaching adalah bawalah
dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.
Artinya sebagai langkah pertama penting bagi pendidik untuk memasuki dunia
peserta didik terlebih dahulu, dengan demikian akan memberi izin untuk
memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu
pengetahuan yang lebih luas.[7]
g) Model
Pembelajaran Aktif
Pembelajaran
aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar
secara aktif. Model pembelajaran aktif adalah suatu model dalam pengelolaan
sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang
mandiri.[8]
h) Model
Pembelajaran Kooperatif
Cooperative mengandung pengertian
bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Belajar kooperatif adalah
pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja
bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok tersebut.[9]
i)
Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model
yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Menurut Kunandar,
pembelajaran inkuiri adalah kegiatan pembelajaran di mana siswa didorong untuk
belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk
diri mereka sendiri.[10]
j)
Model Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu adalah pendekatan yang digunakan
dalam pembelajaran dengan mengintegrasikan kegiatan ke dalam semua bidang
kurikulum atau bidang-bidang pengembangan yang meliputi pengembangan aspek
kognitif, bahasa, fisik-motorik, sosial-emosi, estetika, sosial, moral, dan
agama.[11]
B.
Model
Pembelajaran Konstruktivisme
1.
Hakikat
Konstruktivisme
berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun.
Sedangkan isme dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Teori konstruktivisme lahir dari
Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu paham bahwa siswa membina
sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan
pengalaman sebelumnya. Pada proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan
yang diteima dengan pengetahuan sebelumnya untuk membina pengetahuan baru.[12]
Jadi, model pembelajaran konstruktivisme adalah model pembelajaran di mana
siswa atau peserta didik diberi kesempatan untuk membangun konseptual dan
pengetahuannya sendiri berasaskan pengetahuan atau pengalaman sebelumnya.
Pembentukan pengetahuan
menurut konstruktivistik memandang siswa yang aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subjek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh siswa itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi.
Urgensitas teori
konstruktivisme adalah dalam proses pembelajaran, siswa yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang
harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa
secara aktif ini perlu dikembangkan.
Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu siswa untuk mandiri dalam kehidupan kognitif
siswa, sehingga belajar lebih diarahkan pada proses experimental learning yaitu proses adaptasi manusia berdasarkan pengalaman
konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dalam pengembangan konsep baru. Karenanya
titik tekan dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan
pada pembelajar.
Beberapa hal
yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
a) mengutamakan
pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan,
b) mengutamakan
proses,
c) menanamkan
pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial,
d) pembelajaran
dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada
teori Vygotsky, yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang
menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan
penemuan. Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah memegang
suatu peran penting. Salah satu diantaranya adalah penekannya pada hakikat
sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi
dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.
Pada proyek kooperatif, siswa dihadapkan pada proses
berfikir teman sebaya mereka, metode ini tidak hanya membuat hasil belajar
terbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga membuat proses berfikir siswa lain
terbuka untuk seluruh siswa. Vygostky memperhatikan bahwa pada proyek ini
pemecah masalah telah berhasil menjelaskan tentang langkah-langkah pemecahan
masalah yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa lain dapat membaca pikiran
orang lain melalui ungkapan yang tertuang dalam perilaku belajarnya, sehingga
dapat diketahui bagaimana jalan pikiran atau pendekatan yang dipakai oleh
pemecah masalah yang berhasil ini.[13]
2.
Kelebihan
Berikut ini keunggulan model pembelajaran
konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah antara lain.
a) Model
pembelajaran konstruktivisme memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengungkapkan gagasan secara rinci dengan menggunakan bahasa sendiri, sehingga
peserta didik lebih mudah mengerti atau memahami pengetahuan tersebut.
b) Pengetahuan
tidak dipindahkan dari pendidik ke peserta didik, kecuali hanya dengan
keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar.
c) Peserta
didik mengahadapi masalah yang relevan.
d) Model
pembelajaran ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, inovatif.
e) Pembelajaran
konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung
siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selau ada
satu jawaban yang benar.
f) Memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri dan belajar aktif
membangun sendiri pengetahuan dan konsep melalui berbagai kegiatan.
3.
Kekurangan
Dalam model pembelajaran konstruktivisme memiliki
kelemahan yang perlu diperhatikan bagi pendidik antara lain salah pemahaman terhadap
materi. Ketika peserta didik diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan
sendiri tidak menutup kemungkinan bahwa pengetahuan yang dibangun tersebut
semua akan benar atau semua akan salah. Jadi, sebagai pendidik meskipun peserta
didik diberi kesempatan membangun pengetahuan sendiri, pendidik juga harus
tetap mengawasi dan mendampingi peserta didik agar tidak terjadi kesalahpahaman
materi.
Kesalahpahaman materi ini akan berdampak buruk baik
bagi peserta didik, pendidik, maupun instansi terkait. Karena suatu ilmu dan
pengetahuan jika dari awal sudah salah maka kedepannya akan salah pula. Maka
dari itu sebagai pendidik harus tetap mendampingi peserta didik.
4.
Karakteristik
Model
pembelajaran konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang
mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.[14]
Bagi aliran
konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai
fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar
bukan bagimana guru mengajar. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan
memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif.[15]
Di dalam model
pembelajaran ini ada istilah scaffolding,
yang artinya memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama
tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Dorongan guru sangat
dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.[16]
Dalam
konstruktivisme pengetahuan adalah non-objective,
bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Belajar adalah penyusunan
pengetahuan dan pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interprestasi.
Tujuan
pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn) pada kondisi ketidakaturan, ketidakpastian,
kesemrawutan, pebelajar harus bebas.
C.
Penerapan
Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA
Dalam model
pembelajaran konstruktivisme memiliki beberapa strategi, antara lain yakni
belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning, pembelajaran kognitif, dan discovery learning. Pada pembelajaran
IPA bisa menggunakan strategi discovery
learning, karena dalam strategi ini peserta didik didorong untuk belajar
mandiri, belajar aktif melalui konsep-konsep, prinsip, dan pendidik sebagai
motivatornya.
Contoh permasalahan
atau topik yang akan dibahas adalah mengenai anatomi bunga. Penerapan model
pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA dengan materi pembahasan
anatomi bunga langkah-langkahnya antara lain sebagai berikut:
1.
Memotivasi dan Menyampaikan Informasi Terkait
Pokok Pembahasan
Sebelum memberi
masalah atau soal guru hendaknya memberi motivasi-motivasi kecil yang membuat
peserta didik tertarik dengan materi yang akan dipelajari. Terutama jika
peserta didik tersebut masih MI/SD, karena diusia tersebut butuh motivasi
penuh. Setelah cukup, guru bisa sedikit menyinggung terkait dengan materi yang
akan dipelajari. Misalnya materi tentang anatomi bunga.
2.
Membentuk atau Mengorganisasikan Peserta Didik
ke Dalam Beberapa Kelompok
Setelah memberi
informasi guru bisa mengorganisasikan peserta didik, ini akan memudahkan
peserta didik untuk memecahkan masalah. Peserta didik bisa saling bertukar
pendapat satu sama lain sehingga membangun pengetahuan tersebut dengan
sendirinya sesuai dengan prinsip model pembelajaran konstruktivisme.
3.
Memberi Masalah
Guru memberikan
pertanyaan atau tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang
gejala-gejala yang kemudian dapat dapat diperagakan atau diselidiki dalam
praktikum.[17]
Misalnya dalam pembelajaran IPA, peserta didik diberi tugas untuk mengidentifikasi
anatomi bunga, mulai dari putik, benangsari, mahkota, kelopak, tangkai, dan
lain-lain.
4.
Hipotesis
Peserta didik
memformulasikan jawaban sementara (hipotesis). Sebelum mengetahui jawaban
sebenarnya peserta didik bisa memformulasikan jawaban sementara atau yang biasa
disebut hipotesis dan mereka diminta untuk memberikan alasan untuk mendukung
atau menguatkan hipotesis tersebut.
5.
Pengumpulan Data dan Uji Hipotesis
Mengumpulkan
data dari berbagai sumber yang relevan, seperti buku paket IPA, ensiklopedia,
dan lain-lain. Peserta didik akan melihat sendiri apaakah hipotesis mereka
benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan
percobaan. Bila hipotesis mereka meleset, mereka akan mengalami konflik
kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong
untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak
mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini
dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang
pada kapasitasnya sebagai fasilitato dan mediator.[18]
Misalnya,
selesai mengidentifikasi anatomi bunga hasil identifikasi tersebut dikoreksi
dengan buku paket pembelajaran IPA, apakah sudah sesuai atau ada beberapa yang
salah, dan apabila ada yang meleset mereka bisa mendiskusikan dengan teman
sekelompok atau guru yang berperan sebagai fasilitator dan mediator.
6.
Membangun Konsep
Setelah lolos
uji hipotesis peserta didik bisa membangun ulang kerangka konseptual. Peserta
didik mengetahui konsep anatomi bunga tersebut dari yang mereka amati, kemudian
menguatkan jawaban melalui sumber relevan seperti buku paket IPA. Ini
menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan
yang lama.
7.
Memandu Peserta Didik
Guru memandu
proses berpikir dan diskusi peserta didik untuk mengambil keputusan. Jadi, guru
tetap mendampingi peserta didik agar peserta didik tidak salah dalam memahami
materi atau pengetahuan.
8.
Refleksi
Merefleksikan
pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan masalah. Pendidik
atau guru membantu peserta didik untuk mengaitkan masalah dalam kehidupan
nyata. Misalnya menunjukkan macam-macam bunga, lalu peserta didik bisa melihat
secara langsung anatomi bunga. Atau bisa dengan mengajak peserta didik ke luar kelas
misal ke taman sekolah agar peserta didik lebih mudah paham dengan materi
anatomi bunga tersebut.
9.
Review dan Evaluasi
Review dilakukan
untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam
upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Kemudian guru
atau pendidik dan peserta didik bersama-sama mengevaluasi hasil diskusi dan
menyimpulkan hasil praktikum yang telah dilakukan. Hal ini penting dilakukan
agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur
kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya
prestasi peserta didik bersangkutan.[19]
Penerapan
model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA sangat memudahkan
peserta didik dalam menerima materi atau pengetahuan karena prinsip model
pembelajaran konstruktivisme sesuai dengan hakikat IPA. Secara garis besar,
prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah
pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri dan juga mengahadapi masalah
yang relevan dengan peserta didik. Demikian pula dengan IPA yang juga di
dalamnya terdapat materi yang relevan dengan peserta didik, semisal anatomi
bunga, anatomi hewan, anatomi tubuh, pernafasan dan masih banyak materi yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, dalam pembelajaran IPA bisa
menerapkan atau menggunakan model pembelajaran konstruktivisme untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Model
pembelajaran merupakan suatu prosedur, perencanaan dan kerangka konseptual
aktivitas belajar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru
dan berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Model
pembelajaran konstruktivisme adalah model pembelajaran di mana siswa atau
peserta didik diberi kesempatan untuk membangun konseptual dan pengetahuannya
sendiri berasaskan pengetahuan atau pengalaman sebelumnya.
3. Penerapan
model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA sangat memudahkan
peserta didik dalam menerima materi atau pengetahuan karena prinsip model
pembelajaran konstruktivisme sesuai dengan hakikat IPA.
B.
Saran
Bagi pendidik,
diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam proses pembelajaran
khususnya pada pelajaran IPA semaksimal mungkin agar tercipta pembelajaran yang
efektif dan efesien di kelas.
Bagi peserta
didik, diharapkan mampu memahami model pembelajaran konstruktivisme yang
diterapkan oleh pendidik.
Dan bagi calon
pendidik, diharapkan memberikan pembelajaran pada calon pendidik agar mereka
mampu menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam proses mengajar
khususnya pada pelajaran IPA setelah menjadi pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal
Ma’mur. 2013. Tips Menjadi Guru
Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, Jogjakarta: DIVA Press.
Mashudi, dkk.
2013. Desain Model Pembelajaran Inovatif
Berbasis Konstruktivisme. Tulungagung: STAIN Tulungagung Press.
Shoimin, Aris.
2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif
dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Solihatin,
Etin, dan Raharjo. 2009. Cooperative
Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Zain, Hisyam.
2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta:
CTSD UIN Sunan Kalijaga.
[1]
Mashudi dkk., Desain Model Pembelajaran
Inovatif Berbasis Konstruktivisme, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press,
2013), hal. 3
[2]
Ibid., hal. 13
[3]
Ibid., hal. 47-48
[4]
Ibid., hal. 81
[5]
Ibid., hal. 99
[6]
Ibid., hal. 115-116
[7]
Ibid., hal. 175-176
[8]
Hisyam Zaini dkk., Strategi Pembelajaran
Aktif, (Yogyakarta: CTSD UIN Sunan Kalijaga, 2008), hal. 3
[9]
Etin Solihatin dan Raharjoo, Cooperative
Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS), (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2009), hal. 4
[10]
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran
Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) hal. 85
[11]
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru
Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hal. 92
[12]
Mashudi dkk., Op.Cit., hal. 13
[13]
Ibid., hal. 17-19
[14]
Ibid., hal. 14
[15]
Ibid., hal. 15
[16]
Ibid., hal. 21
[17]
Ibid., hal. 25
[18]
Ibid., hal. 26
[19]
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar